Masyarakat semua sudah pada tahu bahwa kekuatan netizen kini menempati urutan pertama dan terahir dalam menentukan kebijakan.
Kalau dulu negara punya kekuatan ekskutif, legeslatif, dan yudikatif. Kini keberadaan netizen bisa menyesuaikan di ruang manapun dia suka.
Parahnya, ketika berita dan fakta yang disodorkan di medsos sudah viral. Maka berita tersebut bisa memporak porandakan grand design yang sudah tertata rapi.
Apalagi saat ini kita memasuki tahun politikm, netizen bebas berbicara apa saja apa yang menjadi keinginannya.
Terlebih netizen yang cerdas tidak takut menyuarakan aspirasi rakyat. Dia akan menyampaikan keinginan rakyat. Terutama ditujukan kepada para calon pemimpin rakyat Indonesia, baik itu calon presiden, bupati, DPR dan DPD.
Satu contoh yang kini sedang viral dan karena keberaniannya. Masyarakat tak segan-segan meniru gayanya dalam bersuara di medsos.
Ya, Bima, pelajar asli Lampung yang kini sedang melanjutkan kuliahnya di Australia. Dia berani bersuara tentang fakta yang ada di kotanya, yaitu Lampung. Dia berani bersuara lantang mengenai keadaan infrastuktur jalan yang semakin parah.
Berkat nyalinya yang luar biasa ini, dia sempat mendapat intimidasi dari Pemprov Lampung. Namun tak lama kemudian, justru banyak rakyat yang mendukung aksi singglenya tersebut.
Tapi perlu kita sadari, jangan lantas kemudian kita merasa menjadi superhero apabila kritik sosial sudah viral di medsos. Justru momen tersebut bisa berbalik menyerang, apabila kita tidak konsisten dengan tujuan awal.
Hal tersebut mungkin bisa dikatakan netizen adalah bagian dari pengawas pemerintah. Tak sampai disini, penyelenggara pemilu pun kini tidak hanya KPU dan Bawaslu saja. Posisi netizen memiliki bergain yang cukup signifikan dalam suksesi pemilu mendatang.
Memang secara legal penyelenggara pemilu cuma ada dua yaitu KPU dan Bawaslu, namun jangan salah, justru keberadaan netizen yang menjadi pengawas yang sebenarnya.
Netizen tidak pernah menutupi apa yang dia sampaikan. Yang berbahaya ketika ada netizen yang memiliki niat tidak baik.
Seperti mereka yang berangkat dari Islam radikal yang memprovokasi dan mengajak masyarakat ikut aliran dia. Biasanya nitizen model seperti ini menggunakan iming-iming surga sebagai kompensasi dalam berjuang/berjihad.
Tugas dan tantangan pemerintah saat ini semakin berat. Di tengah perkembangan teknologi digital yang semakin canggih. Berita hoax sengaja disebar oleh oknum tak bertanggung jawab. Semua netizen pada intinya bisa dianggap sebagai agen kritik sosial yang berada di dunia maya.
Penulis : Ahmad Alwi _ PA GMNI Blora