KABARCEPU.ID – Di balik rimbunnya pegunungan Yogyakarta, terdapat Desa Kesiangan, sebuah dusun terpencil yang diselimuti misteri.
Disebut Desa Kesiangan, karena di balik rimbunnya pegunungan Yogyakarta terdapat fenomena alamnya yang unik.
Desa Kesiangan di Yogyakarta ini, matahari terbit jam 9 pagi dan terbenam jam 4 sore.
Tersembunyi di lembah dan dikelilingi perbukitan, Desa Kesiangan ini jarang tersentuh sinar matahari pagi.
Matahari terbenam dalam kegelapan lebih awal, sehingga Desa Kesiangan ini menghadirkan nuansa mistis dan misterius.
Fenomena alam yang aneh ini membuat penduduk desa di Dusun Wotawati di Desa Pucung, Gunungkidul, Yogyakarta, jarang melihat matahari terbit dan terbenam.
Para penduduk pun memiliki ritme kehidupan yang berbeda. Dusun Wotawati ini memang unik dan aneh.
Fenomena matahari terlambat muncul dan malam datang lebih cepat ini dirasakan oleh penduduk, khususnya di wilayah Kelurahan Pucung Kapenewon Girisubo.
Peduduk terpaksa terpapar sinar matahari lebih sedikit di pagi hari dan lebih cepat memasuki malam hari.
Dusun Wotawati berjarak 74 KM dari Yogyakarta.
Dusun ini terletak di aliran Sungai Bengawan Solo Purba dan diapit perbukitan.
Suasana di dusun ini masih asri dan sunyi karena jarang terdengar lalu lalang kendaraan bermotor.
Pemandangan di sekitar dusun Watawati didominasi oleh dua perbukitan besar yang menjulang tinggi.
Dusun Wotawati ini memiliki keunikan lain.
Selain berada di lembah Sungai Bengawan Solo Purba, kampung yang terlambat terneka sinar matahari ini juga tersembunyi di antara Pegunungan Seribu.
Kondisi unik dusun ini yang nyaris tak pernah melihat matahari terbit maupun terbenam sempat viral di media sosial.
Dengan penghuni sekitar 500 jiwa, dusun ini telah menarik perhatian banyak orang untuk mengunjunginya.
Fenomena aneh menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin mengalami sensasi yang berbeda.
Meskipun terpencil, kampung ini sudah teraliri listrik seperti kawasan di sekitarnya.
Namun, sinyal internet dan telepon sangat susah dicari.
Konon, di Kampung Wotawati ada seorang petani yang tinggal di sebuah gubuk.
Penduduk yang saat ini tinggal di kampung itu diduga adalah keturunan dari petani tersebut.
Setiap penduduk di tempat ini memiliki warisan budaya berupa benda-benda pusaka seperti keris, tombak, dan patrem.
Sayangnya, beberapa di antaranya terlihat sudah keropos dan tidak terawat dengan baik.
Yang lebih menarik, kebanyakan penduduk yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani itu tidak mengetahui asal-usul benda-benda bersejarah tersebut.***