Oleh : Siti Lestari
Pemilu 2024 menjadi penentu ajang demokrasi. Dimana pemilih bebas memilih sesuai dengan pilihannya masing-masing. Masyarakat yang kebanyakan bukan berangkat dari anggota partai akan merasa bahwa pemilu besok bukan merupakan persaingan antarpartai. Melainkan persaingan figur yang dikenal rakyat.
Pemilih yang cerdas akan memilih pilihannya yang sekiranya memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam Pemilu nanti. Selain itu, calon yang kita pilih harus dekat dengan konstituen. Itu yang paling penting.
Sehingga partai tidak bisa lagi memprediksi calon mana, pada Pemilu mendatang, yang bakal jadi dan mana yang tidak. Karena masyarakat akan memilih figur yang dia kenal dan dia suka sesuai pilihannya.
Pemilih Cerdas dan Pemilih Konvensional dalam Pemilu
Dalam pemilu, akan ada dua kategori: pemilih cerdas dan pemilih konvensional. Pemilih cerdas akan berpatokan pada figur yang dia kenal dari media mana pun. Baik lewat sosialisasi, atau lewat media yang bisa diakses. Seperti berita, media daring, dan lain-lain.
Jadi mereka akan menjatuhkan pilihan benar-benar kepada yang mereka suka. Meskipun wakil yang mereka pilih berasal dari partai berbeda. Namun goal yang di targetkan nama figur. Bagi pemilih yang cerdas, mereka tidak akan memedulikan dari partai mana wakilnya diusung.
Sedangkan pemilih konvensional biasanya pemilih yang memiliki pandangan linier. Artinya mereka akan menjatuhkan pilihan berdasar patokan patai politik. Biasanya pemilih seperti ini ditempati oleh simpatisan partai, petugas partai atau anggota partai.
Meskipun banyak yang menyebutkan bahwa dalam pemilu, mesin partai bisa digerakkan. Tapi kita tidak boleh langsung percaya karena masyarakat saat ini sudah terlalu cerdas. Mereka sudah tidak bisa di bohongi dengan janji-janji politik oleh para politisi partai.
Keberadaan nitizen tidak ubahnya seperti lembaga pengawas yang bisa dengan cepat dan mudah mencari cacat para politisi atau pejabat. Rakyat secara umum menginginkan wakil atau pemimpin yang tahu kondisi rakyat yang sebenarnya.
Di samping itu, bisa memberikan solusi terhadap masalah yang ada serta membuat kebijakan yang pro-rakyat. Perlu ditekankan sekali lagi, bahwa seluruh warga negara yang memiliki hak pilih tidak semuanya simpatisan partai. Mereka ada yang tidak tahu sama sekali partai itu apa, bahkan banyak warga kita yang tidak suka dengan partai.
Sebenarnya dalam agenda Pemilu, dibutuhkan tim untuk pengorganisasian massa. Basis yang ada di bawah tidak bisa diklaim bahwa seseorang adalah simpatisan partai A. Karena masyarakat kita cenderung heterogen. Ada yang petani, pedagang, buruh, wirausaha, agamawan, santri, PNS, pelajar, mahasiswa dan masih banyak lagi.
Pemilih akan lebih nyaman apabila calon yang mereka pilih tidak diarahkan secara linier, tapi bebas memih. Misal, pemilih akan mencoblos DPR pusat, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten dari partai yang berbeda. Begitu juga untuk DPD dan pasangan presiden atau wakil presiden.