KABARCEPU.ID – Bulan Suro, dikenal juga sebagai bulan Muharram dalam penanggalan Islam, memiliki makna yang sangat sakral dan istimewa dalam kebudayaan Jawa, khususnya terkait tradisi dan kepercayaan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Bulan ini sering disebut sebagai “bulan Keramat” atau “Bulan Suro,” yang dipandang sebagai waktu yang penuh dengan keistimewaan spiritual dan nilai-nilai keramat.
Keramat Bulan Suro memiliki latar belakang, berbagai tradisi yang menyertainya, serta makna filosofis yang terkandung di dalamnya.
Apa Itu Bulan Suro?
Bulan Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa yang merupakan kalender lunisolar yang menggabungkan unsur kalender Islam dan kalender tradisional Jawa.
Nama “Suro” berasal dari Bahasa Jawa kuno dan sering diartikan sebagai bulan yang suci dan penuh dengan keramat. Bulan ini biasanya berlangsung selama kurang lebih 29-30 hari, mengikuti siklus bulan seperti kalender Islam.
Secara umum, Bulan Suro dipandang sebagai momen waktu yang memiliki energi spiritual sangat tinggi. Di Jawa, bulan ini sering diasosiasikan dengan kondisi alam yang lebih “mistis,” di mana berbagai bentuk hal-hal gaib dan roh-roh leluhur dipercaya lebih aktif berkeliaran.
Oleh karena itulah, masyarakat Jawa memandang Bulan Suro sebagai waktu yang harus dihormati dan dihindari dari hal-hal yang bisa membawa malapetaka.
Makna Keramat Bulan Suro
Istilah “Keramat Bulan Suro” menggambarkan kesakralan dan keistimewaan bulan ini dalam konteks budaya Jawa. Kata “Keramat” sendiri berarti sesuatu yang dianggap suci, sakral, dan memiliki kekuatan gaib.
Bulan Suro bukan sekadar bulan biasa, melainkan juga waktu refleksi diri, peningkatan kesadaran spiritual, serta waktu untuk memohon perlindungan dan keberkahan.
Bagi masyarakat Jawa, Bulan Suro merupakan momen untuk melakukan introspeksi moral dan spiritual. Ada tradisi berpuasa dan menahan diri dari aktivitas-aktivitas sembrono agar terhindar dari bahaya.
Dalam konteks spiritual, bulan ini menjadi waktu yang penting untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan leluhur melalui berbagai ritual keagamaan dan budaya yang khas.
Tradisi dan Ritual dalam Bulan Suro
Masyarakat Jawa memiliki beragam tradisi yang melekat pada Bulan Suro, yang secara turun-temurun dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian budaya. Beberapa tradisi tersebut antara lain:
1. Ruwatan
Ruwatan adalah sebuah ritual doa dan doa keselamatan yang dilakukan untuk membersihkan diri dari pengaruh negatif dan nasib buruk.
Pada Bulan Suro, ritual ruwatan ini sering dilakukan dengan cara menggelar upacara tradisional di desa-desa atau di keraton, sebagai bentuk perlindungan dan penolak bala.
2. Kirab atau Grebeg Suro
Kirab Suro atau Grebeg Suro adalah pawai budaya yang melibatkan masyarakat luas, biasanya diadakan di daerah-daerah dengan kerajaan Jawa atau pun kota-kota besar. Kirab ini melambangkan penghormatan terhadap leluhur dan permohonan keselamatan bagi seluruh warga.
3. Puasa dan Tirakatan
Sebagian masyarakat menjalankan puasa Sunah pada hari tertentu dalam Bulan Suro sebagai bentuk pengendalian diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Tirakatan atau pengajian khusus juga digelar untuk memperkuat iman dan mendalami makna Bulan Suro.
4. Larangan dan Pantangan
Terkait dengan kepercayaan akan energi gaib yang tinggi, masyarakat biasanya menahan diri melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang dianggap tabu, seperti bepergian jauh, melakukan pekerjaan keras, atau memulai aktivitas besar pada awal bulan Suro.
Filosofi dan Hikmah Bulan Suro
Keramat Bulan Suro mengandung filosofi mendalam mengenai pentingnya keseimbangan hidup antara dunia lahiriah dan batiniah. Bulan ini mengajarkan nilai-nilai kesucian, pengendalian diri, dan rasa hormat terhadap kekuatan tak terlihat yang mengatur kehidupan manusia.
Secara simbolik, bulan Suro menjadi momentum untuk mengingatkan manusia akan keterbatasan dirinya di dunia, sekaligus meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan. Hal ini sesuai dengan falsafah Jawa yang menekankan harmoni dan keseimbangan kehidupan (Rukun, Guyub, dan Tentrem).
Keramat Bulan Suro merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya dan spiritualitas Jawa yang kaya nilai. Bulan ini bukan hanya soal kepercayaan terhadap hal gaib, tetapi lebih dari itu, merupakan waktu refleksi, pengendalian diri, dan penghormatan terhadap warisan budaya leluhur.
Melalui tradisi dan ritual yang dilaksanakan di Bulan Suro, masyarakat diajak untuk memahami pentingnya kesucian, kehati-hatian, dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan.
Bulan Suro juga menjadi sarana mempererat tali persaudaraan dan memperkuat rasa kebersamaan dalam masyarakat menghargai kekayaan budaya dan menerapkan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan sehari-hari demi keharmonisan dan keberkahan bersama.***