KABARCEPU.ID – Desa Kedungwungu, Todanan, Blora, telah menunjukkan contoh nyata bagaimana pemberdayaan inklusif dapat menghasilkan produk kreatif bernilai tinggi melalui program pelatihan pembuatan Batik Ciprat bagi penyandang disabilitas.
Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis peserta dalam proses pewarnaan, pencetakan, dan finishing tetapi juga memperkuat rasa percaya diri, martabat, dan kemandirian ekonomi mereka, sehingga peserta mampu menghasilkan karya batik yang memiliki nilai estetika dan daya jual di pasar lokal maupun regional.
Adalah Batik Ciprat Harapan Mandiri Desa Kedungwungu, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, menjadi bukti pemberdayaan penyandang disabiltas yang menghasilkan karya menawan dengan harga ramah di kantong.
Program ini diprakarsai oleh Kepala Desa (Kades) Kedungwungu, Marsoni, yang sangat peduli dengan penyandang disabilitas di wilayah desanya.
Fitria Rusmiyati, owner Batik Ciprat Harapan Mandiri, menjelaskan, Batik Ciprat Harapan Mandiri berdiri pada 20 April 2018, bermula dari adanya program dari Dinsos Blora untuk pelatihan batik bagi penyandang disabilitas di Temanggung.
Batik Ciprat Harapan Mandiri beralamat di Dukuh Gayam Desa Kedungwungu RT 10 /RW 03 Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

“Karena tidak ada tempat yang pasti, keberadaan dan pelatihan Batik Ciprat lokasinya sering berpindah-pindah. Berawal dari Desa Tinapan, di Kantor PKK Kedungwungu, hingga berakhir di rumah kami,” terang Fitria Rusmiyati, Senin (8/9/2025).
Ia sangat berharap potensi Batik Ciprat yang dikelolanya bisa dibuatkan rumah produksi. Meski belum memiliki rumah produksi, dalam sebulan mampu memproduksi sebanyak 100 potong kain batik ciprat.
Dijelaskannya, batik ciprat dengan ukuran 2 meter x 115cm dijual dengan harga Rp150.000,00 per buah. “Untuk harga bervariasi sih, dari harga Rp130.000,00 sampai dengan Rp150.000,00 per buah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fitria mengemukakan, Batik Ciprat Harapan Mandiri telah mengikuti pada beberapa event pameran, di antaranya Pameran Pembangunan Blora, Blora Fashion Week, Apkasi Otonomi Expo dan Festival Blora Se-abad Pramoedya Ananta Toer.
“Harapan kami untuk pembuatan batik ciprat bersama anak-anak disabilitas lebih diperhatikan agar bisnis yang mengkaryakan para disabilitas ini tetap bertahan kedepannya,” ucapnya penuh harap.
Batik Ciprat Harapan Mandiri dari Desa Kedungwungu tidak hanya menjadi simbol kreativitas dan kearifan lokal tetapi juga bukti bahwa inklusi sosial yang disertai dukungan teknis dan akses pasar dapat mentransformasikan kehidupan penyandang disabilitas menjadi lebih produktif dan berdaya, sekaligus memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi desa serta pelestarian warisan budaya batik khas Blora.***