Kenapa Harus Ada Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah! Begini Penjelasan Kemenag

KABARCEPU.ID – Sidang Isbat yang digelar rutin oleh Kemenag atau Kementerian Agama, menjadi pedoman dalam penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.

Guna menentukan penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah, Kemenag atau Kementerian Agama rutin menggelar Sidang Isbat.

Sidang Isbat penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah yang digelar rutin oleh Kemenag tersebut sangat penting dilaksanakan.

Terkait pentingnya Sidang Isbat ini dijelaskan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib pada Jumat, 8 Maret 2024 di Jakarta.

Adib mengungkapkan bahwa, Kementerian Agama rutin menggelar Sidang Isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawwal, dan Zulhijjah.

Menurutnya hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962.

Hasil sidang isbat diumumkan oleh Menteri Agama dan itu menjadi momen yang ditunggu masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Lebih lanjut, Adib selaku Ditjen Bimas Islam menuturkan bahwa, sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler.

Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan.

Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran,” ujar Adib.

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Sidang ini dihadiri juga Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), Perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Perwakilan Planetarium Jakarta, Pakar Falak dari Ormas-ormas Islam, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Pondok Pesantren.

Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadhan Syawal Dan Zulhijjah Begini Penjelasan Kemenag
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam Kemenag, Adib

“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum,” ungkap Adib.

“Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” imbuhnya.

Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, lanjut Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja.

Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya.

Bedanya, di Indonesia Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” papar Adib.

Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah.

Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” pungkasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button