KABARCEPU.ID – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti resmi mengumumkan perubahan signifikan dalam mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru atau SPMB.
Lebih dari sekadar penggantian nama dari PPDB menjadi SPMB atau Sistem Penerimaan Murid Baru, perubahan ini menandakan pergeseran paradigma yang lebih luas dalam sistem pendidikan.
Dalam mekanisme SPMB Tahun 2025, terdapat empat jalur penerimaan Murid Baru yaitu Jalur Domisili, Jalur Afirmasi, Jalur Prestasi dan Jalur Mutasi.
Salah satu poin utama yang sangat krusial pada SPMB 2025 adalah penggantian istilah “Jalur Zonasi” menjadi “Jalur Domisili.” Jalur Domisili, mengutamakan murid yang berdomisili di wilayah penerimaan yang ditetapkan pemerintah daerah.
Perubahan ini bukan hanya sekadar penyegaran nomenklatur, melainkan upaya untuk lebih mengakomodasi realitas sosial dan demografi yang kompleks di berbagai daerah.
Jalur Zonasi, yang sebelumnya bertujuan untuk pemerataan akses pendidikan berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan sekolah, seringkali menghadapi kendala dan kritik.
Implementasinya di berbagai daerah menunjukkan ketidakseragaman, bahkan menimbulkan disparitas baru akibat perbedaan kualitas sekolah dalam zona yang sama. Keterbatasan geografis dalam zonasi juga seringkali tidak mempertimbangkan mobilitas penduduk dan perkembangan wilayah.
Dengan beralih ke Jalur Domisili, diharapkan proses seleksi dapat menjadi lebih fleksibel dan adaptif terhadap kondisi lokal. Jalur Domisili menekankan pada verifikasi tempat tinggal yang lebih komprehensif dan transparan, memungkinkan sekolah untuk lebih akurat mengidentifikasi calon siswa yang benar-benar berdomisili di sekitar sekolah. Hal ini dapat mencakup pertimbangan faktor-faktor seperti Kartu Keluarga, Surat Keterangan Domisili, dan dokumen pendukung lainnya.
Perubahan nama menjadi SPMB juga mengisyaratkan cakupan yang lebih luas. Meskipun saat ini fokusnya masih pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, SPMB dapat menjadi platform terintegrasi untuk seleksi masuk ke berbagai jenjang pendidikan, mencakup pendidikan dasar hingga menengah. Hal ini akan mempermudah koordinasi dan standarisasi proses seleksi di seluruh sistem pendidikan.
Mendikdasmen, Abdul Mu’ti, dalam peluncuran SPMB pada Senin, 3 Maret 2025 mengungkapkan, kebijakan ini merupakan hasil kajian yang telah diputuskan bersama melalui sidang Kabinet Merah Putih serta memiliki filosofi dari empat pilar, yakni Pendidikan Bermutu untuk Semua, Inklusi Sosial, Integrasi Sosial, dan Kohesivitas Sosial.
“SPMB menjadi upaya pemerintah untuk mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua dengan asas berkeadilan. Semua anak Indonesia berhak mendapatkan layanan pendidikan di sekolah negeri, di saat yang sama kami akan melibatkan dan membantu peningkatan sekolah swasta yang telah berkontribusi memajukan pendidikan Indonesia,” ujar Mendikdasmen.
“Kami menekankan pada istilah Murid, istilah ini menjadi lebih inklusif mencakup peserta didik dari berbagai jalur dan latar belakang pendidikan. SPMB bukan hanya mencakup sistem penerimaan murid saja, namun terdapat pembinaan, evaluasi, kurasi prestasi, fleksibilitas daerah pelibatan sekolah swasta, dan integrasi teknologi,” tambah Mendikdasmen Abdul Mu’ti.
Lebih lanjut, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menjelaskan, dalam ketentuannya, SPMB memiliki beberapa poin penting, yaitu sekolah negeri hanya boleh melakukan penerimaan murid baru sesuai dengan kuota yang ditetapkan. Penguncian Data Pokok Pendidikan (Dapodik) akan dilakukan satu bulan sebelum pengumuman SPMB.
Tentu saja, perubahan ini memerlukan sosialisasi dan implementasi yang matang. Pemerintah perlu memastikan bahwa kriteria dan mekanisme Jalur Domisili jelas, transparan, dan adil bagi seluruh calon siswa. Koordinasi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya juga krusial untuk memastikan implementasi yang efektif dan merata di seluruh Indonesia.
Perubahan PPDB menjadi SPMB dan Jalur Zonasi menjadi Jalur Domisili adalah langkah maju yang patut diapresiasi. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama mewujudkan sistem penerimaan siswa baru yang lebih adil, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia.***