KABARCEPU.ID – Tragedi bayi meninggal dunia di dalam inkubator RSUD dr. R. Soetijono Blora menjadi kabar memilukan, bayi yang baru saja dilahirkan harus kehilangan nyawanya akibat dugaan kelalaian perawatan medis.
Tidak hanya itu, bayi meninggal dunia di dalam inkubator RSUD dr. R. Soetijono Blora itu, ditemukan dengan luka bakar di bagian tubuhnya.
Investigasi terkait bayi meninggal dunia di dalam inkubator RSUD dr. R. Soetijono Blora telah dilakukan.
Berdasarkan hasil investigasi terkait peristiwa bayi meninggal dunia di dalam inkubator RSUD dr. R. Soetijono Blora, adalah akibat kelalaian perawat.
Direktur RSUD dr. R. Soetijono Blora, dr. Puji Basuki, mnyampaikan, meninggalnya seorang bayi dengan luka bakar itu, disebabkan oleh over beban kerja perawat serta kurangnya jumlah perawat yang kompeten di unit PICU/NICU.
dr. Puji menjelaskan bahwa sementara ini masalah utama yang teridentifikasi adalah beban kerja perawat yang berlebihan dan kurangnya tenaga perawat yang terlatih di unit perawatan intensif bayi.
“Sementara, karena over beban kerja perawat dan kurangnya jumlah perawat yang kompeten di unit PICU/NICU,” ungkapnya.
Sementara itu, terkait dengan pihak keluarga korban, kata dia, sudah ada kesepakatan penyelesaia.
“Sudah ada kesepakatan dengan pihak keluarga, semuanya telah diselesaikan dengan baik,” kata dr. Puji pada Senin 23 September 2024.
Bayi meninggal dunia di dalam inkubator RSUD R. Soetijono Blora tersbut dilahirkan seorang ibu berinisial S asal Kecamatan Ngawen.
Bayi tersebut dirawat di ruang PICU NICU setelah mengalami gangguan pernapasan dan membutuhkan alat bantu pernapasan.
Kondisi bayi memburuk hingga akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 2024.
Dua perawat RSUD dr. R. Soetijono Blora yang jaga malam saat itu dinonaktifkan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
“Bisa sebulan, lima bulan, setahun—itu kepastiannya menyusul,” jelas Edy Widayat saat diwawancarai kemarin.
Ia menambahkan bahwa keputusan ini diambil sebagai langkah pencegahan untuk menghindari potensi situasi yang lebih buruk, seperti pihak keluarga korban yang mungkin mencari perawat terkait untuk meminta pertanggungjawaban langsung.
Menurut Edy, sanksi tersebut akan memberikan pelajaran penting bagi para tenaga medis, khususnya dokter dan perawat, agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas mereka.
Kedua perawat saat ini hanya menerima gaji pokok tanpa tambahan tunjangan profesi.
“Dua perawat perempuan itu kami nonjobkan terlebih dulu sebagai antisipasi. Perawat saat ini hanya menerima gaji pokok dan tidak menerima gaji profesi,” ungkapnya.
Dalam perkembangan lebih lanjut, pihak rumah sakit telah berusaha berdamai dengan keluarga korban, yang saat ini masih dalam suasana duka.
Edy menegaskan bahwa pihak Dinas Kesehatan tidak akan menutupi kesalahan perawat yang terbukti lalai.
Tindakan tegas diambil sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan profesional untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang.
Untuk diketahui, peristiwa tragis menimpa bayi laki-laki yang baru lahir secara normal dari seorang Ibu berinisial S warga Kecamatan Ngawen, telah meninggal dunia dalam perawatan RSUD R. Soetijono Blora.
Kasi Pelayanan Keperawatan, Nanang Anacardia tidak menampik ada peristiwa tersebut.
Ia menjelaskan kronologi kejadian yang berawal dari kelahiran bayi pada 31 Agustus 2024 sore.
Setelah kelahiran, kondisi bayi dinilai kurang baik dan langsung dibawa ke dokter spesialis anak untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
“Namun, kondisinya masih kritis dan ditransfer ke ruangan PICU NICU,” jelas Nanang saat diwawancarai, Kamis 12 September 2024.
Proses pemindahan bayi ke ruang perawatan kritis ini, menurut Nanang, telah disetujui oleh pihak keluarga.
Bayi tersebut juga memerlukan alat bantu pernapasan karena mengalami gangguan pada saluran pernapasannya.
Pada tanggal 2 hingga 3 September 2024, kondisi bayi semakin memburuk, dan dokter spesialis kembali dikonsultasikan.
“Setelah itu dipasang lah ventilator. Kondisi memburuk, tidak bisa diinfus. Akhirnya bayi dinyatakan meninggal pada 5 September 2024 pagi,” ujarnya.