Ajaib! Desa di Yogyakarta Ini, Matahari Terbit Siang dan Malam Tiba Lebih Cepat!

KABARCEPU.ID – Dusun Wotawati sebuah Desa di Yogyakarta menjadi sorotan karena fenomena alamnya yang ajaib.

Di Dusun Wotawati, Desa Pucung, Gunungkidul, Yogyakarta ini, matahari baru muncul sekitar jam 9 pagi dan terbenam jam 4 sore.

Fenomena ini membuat penduduk Dusun Wotawati Desa Pucung, Gunungkidul, Yogyakarta memiliki ritme kehidupan yang berbeda.

Penduduk Dusun Wotawati Desa Pucung, Gunungkidul, Yogyakarta, terbiasa bangun siang dan beraktivitas hingga malam, memanfaatkan waktu saat matahari bersinar.

Fenomena terlambat munculnya matahari dan datang lebih cepat waktu malam, dirasakan oleh penduduk, khususnya di wilayah Kelurahan Pucung Kapenewon Girisubo.

Mereka terpaksa terpapar sinar matahari lebih sedikit di pagi hari dan lebih cepat memasuki malam hari.

hut blora 275 bpe scaled

Dusun Wotawati Desa Pucung, Gunungkidul, berjarak 74 KM dari Yogyakarta.

Dusun Wotawati ini terletak di aliran Sungai Bengawan Solo Purba dan diapit perbukitan.

Suasana di lokasi ini masih asri dan sunyi. Sebabb, jarang terdengar lalu lalang kendaraan bermotor.

Pemandangan di sekitar dusun Wotawati didominasi oleh dua perbukitan besar yang menjulang tinggi.

Dusun Wotawati memiliki keunikan lain.

Selain berada di lembah Sungai Bengawan Solo Purba, kampung ini juga tersembunyi di antara Pegunungan Seribu.

Kondisi unik dusun ini yang nyaris tak pernah melihat matahari terbit maupun terbenam sempat viral di media sosial.

Dengan penghuni sekitar 500 jiwa, dusun ini telah menarik perhatian banyak orang untuk mengunjunginya.

Fenomena alam ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin mengalami sensasi yang berbeda.

Meskipun terpencil, kampung tersebut sudah teraliri listrik seperti kawasan di sekitarnya.

Namun, sinyal internet dan telepon sangat susah dicari.

Konon, di Dusun Wotawati ada seorang petani yang tinggal di sebuah gubuk.

Penduduk yang saat ini tinggal di kampung itu diduga adalah keturunan dari petani tersebut.

Setiap penduduk di tempat ini memiliki warisan budaya berupa benda-benda pusaka seperti keris, tombak, dan patrem.

Sayangnya, beberapa di antaranya terlihat sudah keropos dan tidak terawat dengan baik.

Yang lebih menarik, kebanyakan penduduk yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani itu tidak mengetahui asal-usul benda-benda bersejarah tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button