Arsip Tag: Budaya

Ritual Sakral Cukur Rambut Gimbal di Negeri Atas Awan Dieng, Simbol Harmonis Antara Manusia dan Alam Ghaib

KABARCEPU.ID – Negeri Atas Awan Dieng atau Dieng Plateau, merupakan tempat wisata di Jawa Tengah yang kaya akan budaya dan tradisi yang unik.

Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini di Negeri Atas Awan Dieng adalah ritual cukur rambut gimbal.

Ritual ini memiliki makna dan mitos yang dalam bagi masyarakat Negeri Atas Awan Dieng, dan menjadi bagian penting dalam upacara adat mereka.

Cukur rambut anak berambut gimbal adalah sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Dieng sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka.

Rambut gimbal sendiri merupakan istilah untuk rambut yang tumbuh secara alami tanpa disisir atau dirapikan.

Dalam tradisi Dieng, rambut gimbal dianggap sebagai simbol kekuatan dan keberanian, dan memiliki makna spiritual yang mendalam.

Mengutip DPAD JogjaProv, masyarakat Dieng percaya bahwa rambut gimbal dianggap bisa membawa musibah atau masalah bagi si anak di kemudian hari jika tidak diruwat.

Agar si anak berambut gimbal dapat hidup normal dan mendatangkan rezeki, dilakukan ruwatan cukur rambut gimbal yang kemudian menjadi bagian dari ritual budaya Dieng Culture Festival.

Proses ritual cukur rambut gimbal sendiri dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kesakralan yang dilakukan secara khusus oleh tetua atau orang-orang pilihan.

Biasanya, ritual ini dilakukan oleh seorang sesepuh atau tokoh adat yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan upacara adat.

Sebelum memulai proses cukur rambut, dilakukanlah doa-doa dan mantra-mantra sebagai bentuk permohonan restu dan perlindungan dari leluhur.

Konon, sebelum dicukur permintaan anak berambut gimbal ini harus dipenuhi atau dikabulkan terlebih dulu.

Sebab, jika permintaan tidak dikabulkan, rambut dikepalanya akan terus tumbuh memanjang dengan cepat meski dipotong berulang-ulang.

Selain memiliki makna yang dalam, ritual cukur rambut gimbal juga dipercaya memiliki berbagai mitos yang turun-temurun di masyarakat Dieng.

Salah satu mitos yang sering disebutkan adalah bahwa rambut gimbal merupakan wujud dari kekuatan gaib yang dimiliki oleh leluhur mereka.

Dengan mencukur rambut gimbal, diharapkan seseorang dapat memperoleh keberuntungan dan perlindungan dari segala bentuk bahaya.

Mitos lain yang berkaitan dengan ritual cukur rambut gimbal adalah bahwa rambut gimbal dapat menjadi media komunikasi antara manusia dan alam gaib.

Ritual Sakral Cukur Rambut Gimbal di Negeri Atas Awan Dieng
Ritual cukur rambut gimbal di Negeri Atas Awan Dieng (dok foto by Kemenparekraf.go.id).

Dengan menjaga rambut gimbal dengan baik, seseorang diyakini dapat memperoleh wahyu dan petunjuk dari alam gaib untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Meskipun terdengar mistis dan tidak masuk akal bagi beberapa orang, ritual cukur rambut gimbal tetap dijalankan dengan penuh keyakinan dan kepercayaan oleh masyarakat Dieng.

Bagi masyarakat Dieng tradisi ini merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas dan budaya mereka, dan merupakan warisan berharga yang harus dilestarikan.

Ritual cukur rambut gimbal di Negeri Atas Awan Dieng bukan sekedar sebuah tradisi kosong tanpa makna.

Ia merupakan simbol kekuatan spiritual dan keberanian, serta merupakan cara untuk menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam gaib.

Sebagai warisan budaya yang berharga dari masyarakat Dataran Tinggi Dieng, tradisi ini patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.***

Tradisi Unik di Blora, Budaya Gas Deso yang Masih Dipertahankan

KABARCEPU.ID – Indonesia memang negara dengan kulture atau budaya yang beraneka ragam salah satunya di budaya gas deso atau sedekah bumi.

Di wilayah Kabupaten Blora, musim gas deso ini dilaksanakan setelah masa musim panen yang biasanya jatuh di bulan Selo -bulan hitungan Jawa.

Setelah panen, sebagai bentuk rasa syukur kepada alam yang telah memberikan rizkinya pada para petani sehingga warga bisa hidup berkecukupan. Budaya, gas deso menjadi perwujudan rasa syukur kepada sang pencipta.

Perayaan gas deso ini tidak serentak dilakukan, tapi setiap desa memiliki hari sendiri untuk merayakan, contohnya desa Tutup Kecamatan Tunjungan, musim gas deso-nya jatuh di hari Sabtu Pahing.

Budaya Gas Deso Ajang Silaturrahmi

Terdapat bermacam-macam ambeng -nasi untuk di sedekahkan atau dibagi-. Mereka membuat ambeng lengkap dengan bumbunya.

Tak ketinggalan jajan pasar seperti dumbeg, iwel-iwel, nogosari, gemblong, tape ketan dan masih banyak lagi.

Setelah terkumpul, baru mereka mengundang warga desa lain atau dukuh lain untuk sekadar makan bareng atau bisa dibawa pulang.

Momen gas deso di Blora, masing-masing desa mempunyau cara perayaan sendiri. Ada yang nanggap -atau hiburan- dangdut, kethoprak, barongan, wayang, karnaval atau arak-arakan keliling kampung dan masih banyak lagi. Tergantung kesepakatan warga dan pihak desa-nya.

Uniknya lagi, di momen gas deso dipakai sebagai ajang silaturahmi antar warga desa. Kesempatan gas deso, setiap keluarga akan memasak menu spesial, tidak seperti hari biasa.

Karena dia tahu, di hari itu akan ada banyak tamu yang berkunjung ke rumah. Terlebih bagi keluarga yang memiliki anak sekolah SMP atau SMA. Pasti akan dikunjungi teman-teman dari sekolahnya masing-masing.

Tradisi masih terawat dan lestari, semoga tidak muda luntur karena perkembangan zaman. Apalagi tradisi seperti ini penting demi menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat serta menanamkan jiwa gotong royong. ***

Jaga Kekayaan Budaya, Jipang Kembali Gelar Grebeg Suro

KABARCEPU.ID – Pemerintah Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Blora kembali menggelar Grebeg Suro Desa Jipang yang dilaksanakan sepanjang 2 hari berturut-turut dimulai dari tanggal 27 agustus hingga 28 agustus 2022.

Grebeg Suro Desa Jipang digelar bertepatan dengan peringatan HUT kemerdekaan RI ke 77 serta dalam upaya mempertahankan dan menjaga kearifan lokal budaya di tengah arus modernisasi kehidupan.

Serangkaian acara seperti pagelaran seni dan budaya, upacara adat, jamas pusaka, kirab budaya, karnaval serta bazar UMKM dan lomba Nasi Tumpeng disuguhkan selama Tradisi Budaya Grebeg Suro di Desa Jipang berlangsung.

Masyarakat Desa Jipang maupun luar desa tidak ingin melewatkan momen kemeriahan serta keunikan. Memaknai tradisi penuh nilai seni dan budaya ini, digelar setiap tanggal 14 dan 15 bulan suro, menurut tradisi adat jawa atau hitungan pada kalender Jawa.

Grebeg Suro Desa Jipang
Para Penabuh Gamelan / Karawitan Desa Jipang (dok. foto/Lolo).

Lamporan, Ritual Kidung Sembogo Wiro Jogo, Jamas Pusaka, Pagelaran Seni dan Kirab Pusaka serta prosesi-prosesi adat lainnya dilaksanakan pada malam hari. Meramaikan suasana malam pada hari pertama Grebeg Suro Desa Jipang, yang dimulai sekira pukul 20:00 WIB hingga prosesi akhir pada pukul 24:00 WIB.

Kemudian pada puncak acara, masyarakat dan para peserta kirab berjalan keliling desa yang di mulai dari kediaman Kepala Desa Jipang  menuju Makam Gedong Ageng, sambil membawa obor. Laku bisu, tanpa berbicara sepatah kata selama prosesi berlangsung.

Sepanjang jalan di Desa Jipang, nyala api obor menggantikan nyala lampu listrik di malam hari, diiringi kekompakan warga desa jipang dalam melakukan kegiatan rondan (patroli berjaga keliling desa).

Tradisi Budaya Grebeg Suro Desa Jipang
Para Prajurit Kirab Pusaka (dok. foto/Lolo).

Sesi Jamas Pusaka, yaitu membersihkan benda pusaka warisan leluhur dengan cara mencuci atau memandikan menggunakan air kembang untuk membuat harum serta mengkilap.

Dilakukan oleh para sesepuh serta orang-orang terpilih, menjadi prosesi yang paling menarik penuh makna. Itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur-leluhur serta menjaga kelestarian dan membangkitkan tradisi budaya desa tersebut.

Sebagai perwujudan bentuk rasa syukur atas nikmat dari hasil bumi yang di peroleh masyarakat Desa Jipang dua gunungan hasil bumi, berisi berbagai macam buah-buahan hasil panen dan beberapa Nasi Tumpeng di arak dari kediaman Kepala Desa Jipang menuju Balai Desa Jipang yang berada di depan Makam Gedong Ageng, makam keramat desa setempat pada pelaksanaan hari kedua Grebeg Suro Desa Jipang mulai pukul 09:00 WIB hingga pukul 12:00 WIB.

Warga Jipang sedang mengarak 2 Gunungan Utama (dok. foto/Lolo).

Kemudian pada puncak acara di hari kedua Grebeg Suro Desa Jipang itu, dua gunungan utama hasil bumi serta beberapa gunungan pendukung dan nasi tumpeng menjadi rebutan masyarakat. Tak hanya warga Desa Jipang, namun, masyarakat dari luar desa hingga luar Kota Cepu ikut meramaikan. Serta menikmati suasana kemeriahan tradisi budaya yang di gelar pada bulan suro setiap tahunnya.

Bukan hanya prosesi-prosesi adat, ritual, kirab pusaka, pagelaran seni dan budaya, pertunjukan tari serta bazar UMKM, menjadi rangkaian keramaian dalam festival budaya Grebeg Suro Desa Jipang. Disuguhkan selama dua hari dua malam di desa tersebut dengan cara gotong royong dan kebersamaan. Harapannya,Festival Budaya ini menjadi tujuan dari destinasi wisata kebanggaan milik masyarakat jipang khususnya.

Hiburan Kesenian Tari Tradisonal (dok. foto/Lolo).

Karniva Agustina mewakili RT 07 RW 02 Desa Jipang mendapat juara harapan 1 lomba Nasi Tumpeng.  Dia  merasa bangga dan senang bisa turut andil dalam pagelaran tersebut. “Selain memeriahkan suasana Grebeg Suro, juga tentunya untuk menghargai dan menjaga tradisi budaya yang telah berjalan bagi generasi milenial. Seperti saya khususnya, sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan,” kata dia.

“Sejauh ini Desa Jipang cukup sukses membuat masyarakat bergotong royong. Meramaikan dan saling membantu melancarkan jalannya kegiatan ini. Semoga kedepan makin meriah dan makin jaya untuk Desa Jipang,” tutup Karniva yang menghabiskan biaya untuk kostum dan makeup sebesar Rp1,5 juta pada ajang Grebeg Suro ini.

Karniva Agustina (dok. foto/Lolo).

Dengan menampilkan aneka Seni dan Budaya, Grebeg Suro Desa Jipang di laksanakan sepanjang dua hari penuh atas inisiatif dari masyarakat dan sesepuh desa dengan melibatkan Pegiat Budaya, Forkompincam serta di bantu oleh seluruh lapisan masyarakat dari wilayah Kecamatan Cepu.

Selain untuk menjaga kekayaan budaya dan tradisi leluhur,  juga untuk membangkitkan ekonomi Desa Jipang. Khususnya dari segi pariwisata dengan adanya Kirab Budaya serta agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dari Kota Cepu maupun yang berada dari luar daerah sebagai hiburan dan wisata budaya.

Tutik Tri Harmani (jilbab merah maroon) beserta cucu (dok. foto/Lolo).

Tutik Tri Harmani salah satu warga dari Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur, mengaku, setiap ada Grebeg Suro Jipang selalu hadir bersama suami dan mengajak cucunya. Itu dilakukan untuk mengenalkan kearifan lokal budaya sejak dini pada anak-anak.

“Karena acara seperti ini sangat menarik dan memiliki nilai makna budaya yang sangat tinggi di jaman modern. Sebagai pengingat untuk anak-anak kami. Bahwa tradisi dan budaya itu masih ada dan harus di jaga. Selain itu juga untuk ikut berebut Gunungan dan Nasi Tumpeng, biar ikutan kena berkahnya juga secara tidak langsung,” ujar Tutik Tri Harmani.

Kepala Desa Jipang, Ngadi , mengatakan bahwa dalam dua tahun terakhir kegiatan kirab sempat ditiadakan karena Pandemi. “Untuk di masa pandemi kita laksanakan hanya kegiatan ritual,” ujarnya.

Walaupun hanya ditopang anggaran desa, Ngadi berharap pada tahun mendatang pihaknya bisa melaksakan kegiatan grebeg yang lebih besar.

“Kedepan kami ingin menata UMKM di desa agar menjadi daya tarik untuk promo wisata religi yang ada di Makam Gedong Ageng,” tambahnya.

Grebeg Suro Desa Jipang, memiliki daya tarik dan ikon kearifan lokal serta nilai sejarah yang di minati serta di nantikan oleh masyarakat sebagai kekayaan budaya yang patut untuk di jaga dan di lestarikan.***