Ragam  

Klenteng Caow Eng Bio: Kekayaan Budaya Religi Dinasti Kuno Tertua di Pulau Dewata

Klenteng Caow Eng Bio Kekayaan Budaya Religi Dinasti Kuno Tertua Di Pulau Dewata

Para pelautlah yang ikut memberikan sumbangan papan nama di pintu masuk klenteng.

Pengakuan yang mendukungnya berasal dari Nyoman Suarsana Ardika, anggota Dewan Pertimbangan Caow Eng Bio, yang merujuk pada prasasti yang dimiliki oleh klenteng.

Sebelum klenteng didirikan, para pelaut Hainan hanya menggunakan sebuah struktur kecil sebagai tempat ibadah.

Hal ini disebabkan karena mereka hanya singgah sebentar di Tanjung Benoa, dan baru setelah 2-3 bulan mereka kembali lagi.

Tanjung Benoa telah lama digunakan oleh para pelaut Hainan sebagai tempat perlindungan dari badai dan angin barat ketika mereka sedang berlayar.

Mereka bahkan tiba di Bali sebelum penduduk asli karena wilayah itu masih ditutupi oleh hutan belantara.

Sebuah struktur kecil dengan tempat pemujaan adalah lokasi di mana mereka mengekspresikan rasa terima kasih kepada Dewi Laut karena telah menjaga perjalanan mereka di laut.

Klenteng Caow Eng Bio Klenteng Tertua Di Pulau Dewata Bali

Setelah bertahun-tahun berdiri sebagai bangunan kecil, pada abad ke-19, klenteng mengalami perluasan setelah menerima hadiah tanah dari Raja Badung Ida Cokorda Pemecutan ke-10.

Beberapa produk di Caow Eng Bio diimpor langsung dari daratan Tiongkok, misalnya lonceng berusia lebih dari 200 tahun, serta prasasti batu di depan klenteng yang mencantumkan nama-nama keluarga yang menyumbang untuk pembangunannya.

Prasasti awalnya dibuat di Tiongkok pada tahun 1879 dan kemudian dipasang di Tanjung Benoa pada tahun 1882.

Sebuah altar utama yang digunakan untuk persembahyangan telah ada selama berabad-abad dan juga dibangun di Tiongkok.

KONTEN MENARIK UNTUK ANDA

KONTEN PILIHAN UNTUK ANDA