KABARCEPU.ID – Bulan Suro adalah waktu yang sakral bagi masyarakat Jawa.
Di balik berbagai ritual dan tradisi, bulan ini juga dikenal dengan pantangan bulan Suro yang erat kaitannya dengan kepercayaan dan mitos yang sudah turun-temurun.
Memahami pantangan ini penting untuk menghormati energi mistis yang diyakini kuat pada periode ini.
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam berbagai pantangan dan mitos yang melekat pada tradisi malam 1 Suro dan sepanjang bulan Suro.
Mengapa Ada Pantangan di Bulan Suro?
Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, Bulan Suro, yang bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Islam, dianggap sebagai bulan yang penuh energi mistis.
Mitos malam 1 Suro menyebutkan bahwa tirai antara dunia manusia dan dunia tak kasat mata menjadi lebih tipis, membuat makhluk gaib dan energi supernatural lebih aktif.
Oleh karena itu, ada serangkaian larangan bulan Suro yang harus ditaati untuk menghindari kesialan atau musibah.
Pantangan Sosial dan Pribadi di Bulan Suro
Berikut adalah beberapa pantangan utama yang menjadi bagian dari tradisi Jawa selama Bulan Suro:
- Menghindari Perayaan Besar (Pernikahan, Khitanan, dan lainnya)
Salah satu pantangan utama di Bulan Suro adalah tidak mengadakan perayaan besar. Acara-acara sakral seperti pernikahan bulan Suro, khitanan, atau peresmian rumah baru umumnya dihindari.
Masyarakat percaya bahwa melanggar pantangan ini dapat membawa nasib buruk, masalah dalam rumah tangga, atau musibah tak terduga. Bulan Suro dianggap lebih cocok untuk introspeksi diri daripada perayaan yang meriah.
2. Menunda Pindah atau Membangun Rumah
Mirip dengan perayaan, tradisi pindahan rumah saat Bulan Suro (dikenal juga sebagai boyongan) dan memulai konstruksi baru sangat dihindari.
Kepercayaan ini bertujuan untuk mencegah datangnya kemalangan atau ketidakstabilan di dalam rumah tangga baru.
3. Membatasi Perjalanan Jauh, Terutama Malam Hari
Banyak orang memilih untuk tidak bepergian jauh atau keluar rumah pada malam hari, terutama pada malam 1 Suro.
Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa “dunia tak kasat mata” lebih aktif, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan atau gangguan spiritual. Ada juga mitos yang menyebutkan risiko menjadi “tumbal” bagi entitas jahat.
4. Menjaga Perilaku dan Ucapan
Selama Bulan Suro, ada penekanan kuat untuk menjaga sikap dan ucapan. Menghindari kata-kata kasar, konflik, atau kegembiraan yang berlebihan adalah hal yang sangat dianjurkan. Ucapan negatif diyakini dapat menarik energi buruk atau karma yang tidak diinginkan.
5. Larangan Memotong Rambut atau Kuku di Malam Hari
Beberapa kepercayaan juga mencakup larangan memotong rambut atau kuku pada malam hari. Meskipun mungkin terdengar sederhana, tindakan ini dianggap dapat memutus rezeki atau keberuntungan.
Mitos dan Energi Mistis Malam 1 Suro
Malam 1 Suro sering disebut sebagai “Lebaran Makhluk Gaib” karena diyakini sebagai momen di mana tirai antara dunia nyata dan gaib menipis.
Energi mistis yang meningkat ini menuntut kewaspadaan dan kehati-hatian. Mereka yang tidak waspada atau berperilaku buruk diyakini rentan terhadap kemalangan atau gangguan spiritual.
Konsep pamali atau tabu menjadi inti dari semua pantangan ini. Melanggar pamali secara inheren dipercaya akan membawa konsekuensi negatif, baik secara spiritual maupun karmik.
Makna di Balik Pantangan Bulan Suro
Meskipun terlihat sebagai serangkaian larangan, pantangan-pantangan di Bulan Suro sebenarnya berfungsi sebagai mekanisme budaya yang kuat untuk melestarikan nilai-nilai filosofis Jawa, yaitu eling (ingat/sadar) dan waspada (waspada/berhati-hati).
Dengan tidak menganjurkan kegiatan yang bersifat duniawi, tradisi ini mendorong introspeksi, refleksi batin, dan praktik spiritual.
Tradisi unik ini juga membantu menjaga identitas budaya Jawa di tengah gempuran pengaruh modern.
Jadi, pantangan ini bukan hanya sekadar takhayul, melainkan cerminan dari kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. ***