KABARCEPU.ID – Persoalan mahar dalam pernikahan kerap jadi bahan perdebatan. Baik pihak laki-laki maupun perempuan, keduanya perlu memahami hakikat mahar yang sebenarnya.
Secara hukum, mahar adalah harta yang menjadi hak wanita dari mempelai pria dalam akad nikah, sebagai ganti atas diperkenankannya hubungan suami istri. Artinya, mahar bukan sekadar simbol, melainkan bentuk penghargaan terhadap perempuan.
Lantas bagaimana pandangan ulama soal hal ini?
Penjelasan menarik datang dari KH Bahaudin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha. Dalam potongan ceramahnya yang banyak beredar di media sosial, Gus Baha blak-blakan menyoroti kebiasaan masyarakat yang memberi mahar murah.
Ia bahkan mempertegas para perempuan agar tidak mau menerima mahar yang terlalu kecil, apalagi hanya seperangkat alat salat.
“Wanita jangan mau diberi mahar seperangkat alat sholat, karena hal tersebut tidak ada dalam Al Quran,” tegas Gus Baha.
Menurutnya, praktik seperti itu tidak mencerminkan penghargaan terhadap perempuan. Ia lalu menyinggung bahwa di Arab mahar diberikan dalam jumlah besar, sehingga masyarakat Indonesia seharusnya menyesuaikan dengan nilai yang lebih pantas.
“Kemudian Gus Baha mengatakan bahwa mahar di Arab itu mahal, sehingga orang Indonesia minimal maharnya 100 juta,” ujarnya.
Namun di sisi lain, Gus Baha juga mengkritik realitas mahar di Indonesia yang dinilainya terlalu kecil dan tidak proporsional.
“Problem kita sebagai orang Indonesia ini juga problem semua Kiai, mahar di Indonesia itu gak bisa diahas di Qur’an karena keterlaluan kecilnya itu,” katanya.
Ia bercerita tentang pengalamannya sebagai seorang kiai yang sering mengakadkan pernikahan dengan mahar sangat minim, bahkan untuk pasangan dari kalangan berada.
“Saya ini kiai sering ngakadkan sampai bos-bos, maharnya seperangkat alat sholat itu ngawur sekali,” keluhnya.
Bagi Gus Baha, mahar seperti itu tidak cukup dan tidak menggambarkan penghargaan terhadap pernikahan. Karena itu, ia mendorong perempuan agar berani menolak mahar yang nilainya terlalu rendah.
“Ini mbak-mbak harus gak mau, saya provokasi minimal itu ya berapa juta? Rp100 juta?” ujarnya.
Ia menegaskan, mahar seharusnya mencerminkan penghormatan terhadap perempuan dan pernikahan itu sendiri.
“Mahar itu tanda penghargaan, jangan terlalu kecil nilainya,” ucapnya.
Meski begitu, Gus Baha tetap menekankan bahwa mahar perlu disesuaikan dengan kemampuan calon suami. Nilai yang besar memang baik sebagai bentuk penghargaan, namun tidak boleh sampai menjadi beban.
“Kalau mampu ya seharusnya memberikan yang lebih baik, tapi juga jangan memberatkan,” tandasnya.



