Oleh : Siti Lestari
KABARCEPU.ID – Asumsi kebanyakan masyarakat, tujuan pesantren hanyalah sebagai tempat penitipan putra putri mereka dalam mencari bekal ilmu agama.
Selain itu pesantren dianggap sebagai bengkel dalam membenahi anak yang dirasa nakal, susah di atur, dan bandel.
Sehingga orang tua akhirnya menitipkan anaknya di pondok pesantren. Dengan harapan, pasca keluar dari pondok, si anak bisa berubah lebih baik dan menjadi putra putri yang sholeh dan sholehah.
Perlu diketahui, sesungguhnya pesantren pada hakekatnya sebagai respon dari realitas sosial yang ada.
Artinya disini jawaban dari segala persoalan di masyarakat bisa dipelajari dan di praktikkan langsung di pondok pesantren.
Realitas sosial tersebut merupakan kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat. Sehingga bisa disimpulkan antar pondok tempat nyantri memiliki perbedaan karena budaya yang berbeda-beda.
Selain itu, tempat nyantri ini dipakai sebagai media penggemblengan mental bocah supaya patuh terhadap aturan pondok.
Disitu para kiai memberikan contoh yang baik dalam berperilaku setiap hari. Kebiasaan yang baik tersebut yang kemudian dipraktekkan langsung setiap hari. Selama di pondok dan tentu akan terbawa sampai kelak anak keluar pondok.
Kebanyakan pondok yang dibangun sekarang ini tidak lagi berangkat dari ide kemandirian pesantren.
Para pendiri pondok menggunakan dana bantuan pemerintah ataupun swasta untuk pembangunan. Sehingga ghiroh ngaji dalam semua bidang ilmu menjadi hilang.
Lantaran para kiai pondok beserta pengurusnya, secara profesional mendapatkan gaji yang dikelola yayasan pesantren.
Kalau kita merujuk kalimat di awal, bahwasannya keberadaan tempat nyantri tersebut sebagai respon dari realitas sosial yang ada, harusnya pondok tidak usah mengacu pada bantuan pemerintah.
Namun, karena saat ini jauh berbeda dengan pondok dahulu, membuat para santri tidak bisa menjawab realitas sosial masyarakat.
Di asrama mereka hanya ditugaskan untuk belajar, hafalan Qur’an, mendalami ilmu hadist, serta ilmu-ilmu Islam lainnya.
Pesantren tidak mengenal kurikulum
Pelajaran bersifat praktik/bil khal /life style.
Keberadaan kurikulum sebenarnya tidak masuk dalam design dunia pondok para santri. Ini dimaksudkan supaya bocah lulusan pondok bisa lebih matang untuk menghadapi kehidupan di masyarakat.
Untuk sekolah formal, masih banyak pondok yang masih memberikan kebebasan para santrinya untuk sekolah formal diluar pondok.
Di tengah bobroknya mentalitas bocah saat ini, tidak ada salahnya apabila pondok menjadi rujukan untuk merubah mentalitas anak menjadi lebih baik. ***