Opini  

BANOM Perempuan NU dan Indeks Pembangunan Gender

NU

Oleh : Siti Lestari

Isu gerakan feminis yang sempat di singgung oleh Gus Yahya selaku ketua PBNU pada hari perempuan sedunia, menyebutkan bahwa  gerakan perempuan yang paling masif dan teraktif adalah dari NU.

Sebelum wacana tentang kesetaraan gender muncul ke permukaan, gerakan feminis sejak awal berdirinya NU sudah berkembang dan tanpa mendapat aba-aba dari organisasi NU itu sendiri.

Mulai dari IPPNU, Fatayat, Muslimat dan yang paling terkini adalah Kopri.

Gerakan perempuan NU yang di claim oleh Gus Yahya saat ini tidak ada pengaruhnya terhadap tingkat kesetaraan gender di masyarakat, karena sejak awal gerakan perempuan sudah membumi di masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu isu femenis tidak perlu mendapat porsi yang lebih karena perempuan dianggap sudah berdaya dan memiliki posisi yang lebih dibanding laki-laki.

Perlu kita ketahui bersama bahwa ada empat anggota KPAI yang berangkat dari NU, mereka adalah Ai Rahmayanti, Ai Waryati, Margaret dan Aris.

Keempat komisioner ini mestinya bertanggung jawab terhadap indeks pembangunan gender atau IPG di Indonesia.

Tinggi dan rendahnya IPG menjadi indikator capaian Indeks Pembangunan Manusia atau IPM.

Blora dalam satu dekade indeks pembangunan gender berada di angka terendah di Jawa Tengah yaitu 84,59.

Keberadaan Banom perempuan NU di Blora nyatanya belum bisa merubah angka Indeks Pembangunan Gender atau IPG saat ini.

Ketimpangan yang jauh antara IPG dengan IPM di pengaruhi oleh gerakan feminis NU yang tidak berorientasi pada upaya pembangunan dan pemberdayaan  perempuan.

KONTEN MENARIK UNTUK ANDA

KONTEN PILIHAN UNTUK ANDA

 

Penulis: Siti Lestari (Ketua LPP Kinasih Blora)Editor: Redaksi KabarCepu