KABARCEPU.ID – Bendera Pusaka Merah Putih, atau lebih dikenal sebagai Bendera Pusaka, adalah salah satu simbol paling penting yang mengidentifikasi identitas bangsa Indonesia.
Dalam konteks sejarah dan budaya, Bendera Pusaka Merah Putih tidak hanya sekadar lembar kain berwarna, melainkan juga memiliki makna mendalam yang terikat pada perjuangan, harapan, dan cita-cita kemerdekaan bangsa.
Melansir dari Kementerian Sekretariat Negara RI, menurut catatan sejarah, Bendera Merah Putih sudah ada jauh sebelum Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1945.
Desas-desus mengenai asal-usulnya mengungkapkan bahwa Bendera Merah Putih telah digunakan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia sejak abad ke-13.
Beberapa sejarawan mencatat bahwa bendera ini dipakai oleh kerajaan Majapahit, sebagai simbol keberanian dan semangat juang.
Bendera yang digunakan pada masa kerajaan Majapahit tersebut memiliki desain sembilan garis merah dan putih.
Dalam pararaton (kitab raja-raja), dijelaskan bahwa bendera merah dan putih dianggap sebagai lambang kebesaran kerajaan seperti bendera perang yang digunakan Sisingamangaraja IX, bendera berwarna merah dengan dua pedang kembar Piso Gaja Dompak (pusaka Sisingamaharaja I-IX) berwarna putih.
Pada masa penjajahan Belanda, warna merah putih muncul dalam berbagai bentukan simbolis yang dipakai oleh para pejuang kemerdekaan.
Belanda membentuk kebiasaan tersebut sebagai upaya untuk menghapuskan identitas dan simbol-simbol kebudayaan lokal.
Namun, pasukan pejuang, seperti Pangeran Diponegoro dan para laskar pejuang lainnya, tetap menggunakan bendera ini dalam berbagai pertempuran.
Bendera Pusaka Merah Putih RI
Bendera Pusaka Merah Putih Republik Indonesia pertama kali dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri Ir. Soekarno, dalam kondisi yang sangat terbatas.
Bendera tersebut dilengkapi dengan simbol-simbol yang mewakili nilai-nilai dan cita-cita bangsa.
Merah melambangkan keberanian, sementara putih melambangkan kesucian dan kebersihan hati.
Kombinasi kedua warna ini menunjukkan tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan bersatu.
Kain untuk Bendera Pusaka tersebut merupakan pemberian Pimpinan Barisan Propaganda Jepang, Hitoshi Shimizu melalui pemuda bernama Chairul Basri.
Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang, Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta.
Dua blok kain merah dan putih berbahan katun asal Jepang yang diberikan pada Oktober 1944 kemudian dijahit dengan mesin jahit tangan, dan disulap menjadi sebuah Bendera Pusaka Merah Putih dengan panjang 300cm dan lebar 200cm.
Bendera Pusaka dinaikkan pertama kali di rumah Presiden Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, setelah Presiden Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Jumat, 17 Agustus 1945.
Bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang dipimpin Kapten Latief Hendraningrat dan diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Bendera Pusaka Sempat Dipisahkan Menjadi Dua Bagian
Pada 4 Januari 1946, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta karena keamanan para pemimpin Republik Indonesia tidak terjamin di Jakarta.
Bersamaan dengan perpindahan tersebut, Bendera Pusaka Merah Putih turut serta dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung.
Saat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda (19 Desember 1948), bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno dan dipercayakan kepada Husein Mutahar (ajudan Presiden) untuk menyelamatkan bendera itu.
Husein Mutahar mengungsi dengan membawa bendera tersebut dan untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda, ia melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putihnya terpisah, kemudian membawanya dalam dua tas terpisah.
Pada pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno meminta kembali bendera pusaka kepada Husein Mutahar.
Husein Mutahar kemudian menjahit dan menyatukan kembali bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannya satu persatu.
Bendera pusaka kemudian disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di Bangka.
Pada 6 Juli 1949, Presiden Soekarno bersama bendera pusaka tiba dengan selamat di Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta dan pada 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung.
Pada 28 Desember 1949, sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, bendera pusaka disimpan di dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia.
Sejak tahun 1958, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, bendera tersebut ditetapkan sebagai Bendera Pusaka dan selalu dikibarkan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan di depan Istana Merdeka.
Duplikat Bendera Pusaka
Bendera Pusaka Merah Putih Indonesia terakhir dikibarkan di depan Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968.
Sejak saat itu, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan karena kondisinya yang sudah rapuh dan digantikan dengan duplikat pada upacara peringatan HUT RI di tahun 1969.
Bendera Pusaka diduplikasi pertama kalinya pada tahun 1969, atas permohonan Husein Mutahar, Dirjen Udaka Kemendikbud pada waktu itu dan mantan ajudan Presiden Soekarno.
Saat itu, Husein Mutahar, yang juga pencipta lagu Hymne Syukur dan Mars Hari Merdeka mengajukan syarat bahwa duplikasi Bendera Pusaka haruslah terbuat dari benang sutera asli dan menggunakan zat pewarna dan alat tenun tradisional.
Namun, syarat penggunaan warna merah yang diajukan tidak dapat terpenuhi karena dianggap tidak sesuai dengan warna merah Bendera Pusaka.
Kemudian zat pewarna itu pun diganti dengan kain wol inggris. Penjahitan dan pewarnaan duplikasi bendera pun dilakukan oleh Tim Pembuat Duplikat Bendera Pusaka di Jakarta.
Bendera Negara Republik Indonesia, Sang Merah Putih ini pun berkibar 15 tahun lamanya hingga tahun 1984.
Husein Mutahar kembali mengajukan permohonan kepada Presiden Soeharto untuk membuat kembali duplikasi kedua Bendera Pusaka, dengan alasan duplikat pertama telah usang.
Presiden Soeharto pun menyetujui duplikasi Bendera Pusaka kedua, kemudian berkibarlah Sang Merah Putih itu selama 30 tahun di Istana Merdeka sejak tahun 1985 hingga 2014.
Di tahun 2015, duplikasi Sang Merah Putih yang ketiga kembali dibuat dan dikibarkan saat upacara kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta.
Pada tahun 2024, pertama kali dalam sejarah duplikat Bendera Pusaka diterbangkan dari Monas Jakarta menuju Ibu Kota Nusantara atau IKN untuk dikibarkan dalam upacara peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Bendera Pusaka Merah Putih bertitik-titik pada perjalanan dan pengalaman kolektif bangsa Indonesia. Sejak diangkatnya bendera ini pada tahun 1945, banyak momen bersejarah yang mengelilinginya.***