KABARCEPU.ID – Pemerintah melalui Kementerian Sosial RI terus berinovasi dalam mewujudkan penyaluran bantuan sosial (Bansos) yang adil dan tepat sasaran.
Salah satu upaya terbarunya adalah membuka akses bagi masyarakat untuk bisa mengusulkan dan menyanggah data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) melalui aplikasi Cek Bansos.
Langkah ini patut diapresiasi karena memberi ruang partisipatif bagi warga dalam proses pendataan penerima bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah.
Selama ini, banyak keluhan yang muncul dari masyarakat terkait data penerima bantuan yang dianggap tidak akurat. Tak jarang ditemukan warga yang mampu justru tercatat sebagai penerima bansos, sementara yang benar-benar miskin terlewatkan. Kondisi ini seringkali menimbulkan kecemburuan sosial dan rasa ketidakadilan.
Melalui aplikasi cek bansos masyarakat kini punya hak untuk menyuarakan ketidakakuratan tersebut. Aplikasi ini di pergunakan untuk mengusulkan anggota baru yang benar-benar layak mendapatkan bantuan. Selain itu warga juga bisa menyanggah peserta yang sudah tidak layak mendapat bantuan.
Fitur ini bukan hanya membuka jalur komunikasi dua arah antara pemerintah dan rakyat, tetapi juga mencerminkan semangat transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola bantuan sosial. Sayangnya fitur cek bansos kurang tersosialisasikan secara maximal sehingga tidak semua orang bisa mengusulkan atau mengajukan sanggahan.
Sosialisasi fitur cek bansos selama ini hanya di lakukan oleh Pendamping PKH setiap pertemuan kelompok KPM ( keluarga penerima manfaat ), sehingga warga diluar KPM tidak mendapatkan akses informasi tersebut, yang berdampak nihilnya usulan ataupun penyanggahan oleh warga.
Idealnya sosialisasi cek bansos di laksanakan oleh dinsos ( pendamping PKH) bersama dengan pihak kelurahan kepada masyarakat umum. Sehingga bansos yang secara rutin di berikan pada KPM dengan gamblang diketahui secara kolektif oleh warga desa.
Kemudahan ini tentu harus disertai dengan tanggung jawab moral dari masyarakat. Jangan sampai fitur ini disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau bersifat subjektif semata.
Usulan dan sanggahan yang dilakukan harus berdasarkan kondisi nyata, disertai data valid seperti NIK, KK, dan dokumen pendukung lainnya. Pemerintah daerah juga harus serius menindaklanjuti laporan warga agar tidak berhenti hanya di level aplikasi.
Namun demikian, masih ada tantangan dalam implementasinya. Tidak semua warga, terutama yang berada di pelosok atau kalangan lansia, memiliki kemampuan untuk mengakses aplikasi cek bansos.
Yang dibutuhkan adalah peran dari pendamping PKH, perangkat desa serta lembaga sosial masyarakat yang berkenan untuk membantu mereka yang secara kemampuan tidak bisa mengakses.
Pada akhirnya, keterbukaan ini menunjukkan bahwa bantuan sosial bukan lagi urusan elitis yang hanya bisa diakses lewat “orang dalam” atau jalur birokrasi panjang.
Kini, warga bisa langsung menyuarakan aspirasinya secara digital. Ini adalah bentuk kemajuan dalam demokratisasi data sosial, di mana keadilan menjadi lebih mungkin terwujud karena dikawal langsung oleh rakyat.
Langkah kecil ini semoga menjadi bagian dari reformasi besar dalam penyaluran bantuan sosial di Indonesia — lebih adil, transparan, dan tepat sasaran.***