KABARCEPU.ID – Warga Kabupaten Blora baru-baru ini menemukan fosil tanduk kerbau purba yang diperkirakan berusia sekitar 250 ribu tahun, sebuah penemuan yang sangat signifikan bagi dunia arkeologi dan paleontologi di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Tim Teknis Bidang Kebudayaan dari Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Blora segera bergerak cepat untuk melakukan langkah-langkah konservasi dan dokumentasi yang diperlukan guna menyelamatkan fosil berharga ini.
Penemuan fosil tanduk kerbau purba ini tidak hanya menjadi bukti penting mengenai keberadaan fauna purba di wilayah Blora, tetapi juga membuka peluang penelitian lebih lanjut dalam memahami kondisi lingkungan serta evolusi kehidupan pada masa prasejarah di daerah tersebut.
Fosil tanduk kerbau purba yang diduga berusia 250.000 tahun berhasil diselamatkan tim Teknis Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Blora setelah mendapatkan laporan dari warga Desa Gondel, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
“Penemuan ini berawal dari laporan warga yang menemukan fosil tanduk kerbau purba atau Bubalus Palaeokarabao dengan panjang 120 sentimeter dan lebar 24 sentimeter,” terang Pengelola Rumah Artefak sekaligus Petugas Pengelola Cagar Budaya Dinporabudpar Blora, Lukman Wijayanto, di Blora, Senin (4/8/2025).
Menurut Lukman, kali pertama fosil tanduk kerbau itu ditemukan oleh Ngadi (62) dan sejumlah warga Desa Gondel, Kecamatan Kedungtuban saat mencari pasir di sungai pada Selasa (29/7/2025).
“Jadi Bapak Ngadi dan warga itu sebenarnya sedang dalam rangka mencari pasir. Mereka memang penggali pasir tradisional pakai cangkul. Jadi bukan yang skala besar itu. Saat mencangkul mereka menemukan itu. Jadi memang sangat kami hargai karena mereka bersedia melaporkan ke perangkat desa yang meneruskan ke Dinporabudpar,” jelasnya.
Setelah laporan diterima, tim teknis dari Dinporabudpar Blora diterjunkan ke lokasi di Dukuh Kedungpereng, Desa Gondel.
Lukman menyebut di sana masih ditemukan fragmen-fragmen dan dari ekskavasi kecil yang dilakukan, berhasil menyelamatkan fragmen kranium atau tengkorak, kemudian ada rahangnya.
“Rahang dari kerbau purba. kemudian kami amankan di Rumah Artefak Blora,” jelasnya.
Saat ini, tanduk fosil masih disimpan di rumah warga, sementara tengkorak dan rahang telah diamankan ke Rumah Artefak Blora untuk pelestarian.
Menurut Lukman, karena itu terkait kebijakan penanganan kecagarbudayaan, dirinya menunggu arahan dan kebijakan dari pimpinan.
Lukman menjelaskan, pihaknya bekerja sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, serta Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pelestarian Cagar Budaya Kabupaten Blora.
“Artinya memang tentu saja ada nilai-nilai penting, manfaat, dan sebagainya untuk dunia pendidikan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya seperti yang tercantum di undang-undang,” ucap dia.
Berdasarkan kontur dan tekstur tanah tempat fosil ditemukan, pihaknya menduga masih banyak fosil besar lainnya yang tertanam utuh.
“Sementara kemarin kita identifikasi itu tanah itu jenisnya tanah tufan. Kalau di geologi itu namanya tanah tufan. Saat kita telaah di lapangan di lokasi temuannya itu, di titik temuan masih banyak fragmen yang utuh, salah satunya ini rahang kemudian kranium. Kemungkinan-kemungkinan masih banyak itu di situ,” terang Lukman.
Kecepatan dan ketelitian Tim Teknis Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Blora dalam merespons penemuan ini menunjukkan komitmen tinggi pemerintah daerah terhadap pelestarian warisan budaya dan ilmu pengetahuan, yang diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi komunitas lokal dan pengembangan pariwisata edukatif berbasis sejarah di Blora.***