KABARCEPU.ID – Fenomena pernikahan dini di Bojonegoro kembali jadi sorotan, salah satunya datang dari Praktisi Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro), Irma Mangar.
Hingga pertengahan 2025, di wilayah Kabupaten Bojonegoro, ratusan anak tercatat mengajukan dispensasi kawin (diska), sebagian besar dalam kondisi darurat.
Praktisi hukum sekaligus dosen Unigoro, Irma Mangar, menilai persoalan ini tidak bisa hanya dibebankan pada orang tua. Menurutnya, akar masalah jauh lebih kompleks dan melibatkan banyak pihak.
“Kebanyakan pengajuan diska diajukan setelah anak mengalami kehamilan di luar nikah. Dalam situasi seperti itu, biasanya keluarga merasa tidak punya pilihan lain selain menikahkan mereka,” tuturnya, dilansir dari laman resmi Unigoro, Senin (14/7/2025).
Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, sejak Januari hingga Juni 2025 tercatat 163 permohonan diska masuk ke pengadilan. Angka ini menunjukkan bahwa praktik pernikahan usia anak masih tinggi dan menjadi persoalan serius di wilayah tersebut.
Irma menegaskan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya urusan keluarga inti.
“Berdasarkan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, tidak hanya orang tua, tetapi juga negara dan lingkungan sosial memiliki peran penting dalam menjaga tumbuh kembang anak,” terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya kontrol sosial dari masyarakat sekitar. Termasuk ketika melihat perilaku remaja yang dianggap menyimpang di ruang publik.
“Mereka harus berani mengingatkan jika ada perilaku anak-anak yang menyimpang saat berada di luar rumah,” tegasnya.
Irma bahkan menyebut bahwa pemilik tempat-tempat umum seperti kafe juga punya hak untuk menegur bila terjadi hal-hal yang tidak sesuai norma.
“Kafe seharusnya jadi tempat bersantai atau berkumpul, bukan ruang bebas untuk menunjukkan kemesraan yang tidak layak. Kalau masyarakat membiarkan itu, kita perlahan membiasakan perilaku yang tidak sesuai norma,” katanya.
Ia memahami bahwa remaja sering membela diri dengan dalih hak asasi manusia. Tapi, menurut Irma, kebebasan tetap punya batas.
“Setiap orang memang punya hak untuk berekspresi, tapi jangan sampai merugikan atau mengganggu hak orang lain. Masyarakat juga punya hak melihat lingkungan sosial yang sehat. HAM tidak bisa dijadikan alasan untuk bertindak sembarangan,” jelasnya.
Irma juga mengaitkan tingginya angka pernikahan dini dengan peningkatan angka perceraian di Bojonegoro. Ia menyebut, menikah di usia belum matang kerap kali memicu persoalan baru dalam rumah tangga.
“Pemerintah daerah, khususnya Dinas P3AKB Bojonegoro, sebenarnya sudah menjalankan fungsinya dengan baik. Tapi keberhasilan pencegahan juga bergantung pada kesadaran orang tua dan keterlibatan aktif masyarakat,” tutupnya.***