Dari Blora untuk Dunia! Profil Lengkap Tirto Adhi Soerjo, Kritis Melalui Pena dan Media

Tirto Adhi Soerjo, adalah seorang tokoh pergerakan nasional yang kompleks dan visioner, seorang jurnalis ulung, sekaligus seorang pengusaha yang gigih.

Lebih dari sekadar catatan kaki sejarah, Tirto Adhi Soerjo adalah arsitek penting bagi bangkitnya kesadaran nasional dan pembentukan opini publik yang kritis di awal abad ke-20.

Pemikiran-pemikiran Tirto Adhi Soerjo mengenai pentingnya pendidikan, kesetaraan, dan keadilan sosial masih sangat relevan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Semangatnya untuk membela kepentingan rakyat jelata dan memperjuangkan kemajuan bangsa patut dijadikan inspirasi bagi generasi muda Indonesia.

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan Awal
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo, demikian nama lengkapnya, lahir di Blora, Jawa Tengah, pada tahun 1880, dan berasal dari keluarga bangsawan.

Ayahnya, Raden Ngabehi Tirto Adhi Widjojo, adalah seorang wedana (pejabat pemerintahan Hindia Belanda), yang menunjukkan akses Tirto Adhi Soerjo pada pendidikan yang lebih baik dibandingkan mayoritas penduduk pribumi pada masa itu.

Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, Tirto Adhi Soerjo tidak lantas terbuai dalam kemewahan. Sejak kecil, ia menunjukkan minat yang besar pada ilmu pengetahuan dan gemar membaca. Pendidikan formalnya diawali di sekolah dasar Belanda (Europeesche Lagere School – ELS) dan dilanjutkan ke Hogere Burgerschool (HBS) di Semarang.

KONTEN MENARIK UNTUK ANDA

Di HBS inilah, Tirto Adhi Soerjo mulai bersentuhan dengan ide-ide liberal dan pemikiran-pemikiran kritis yang kelak mempengaruhi pandangan hidupnya. Ia dikenal sebagai siswa yang cerdas dan kritis, seringkali berdebat dengan guru-gurunya mengenai isu-isu sosial dan politik.

Merintis Jurnalisme Modern di Era Kolonial
Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS, Tirto Adhi Soerjo merantau ke Batavia (Jakarta) dan bekerja di berbagai instansi pemerintah Hindia Belanda. Namun, panggilan hatinya yang sesungguhnya adalah jurnalisme.

Ia melihat bahwa jurnalisme dapat menjadi alat yang ampuh untuk menyuarakan aspirasi rakyat pribumi dan mengkritik kebijakan pemerintah kolonial.

Pada tahun 1907, Tirto Adhi Soerjo mendirikan surat kabar pertama berbahasa Melayu yang dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh pribumi, yaitu “Medan Prijaji”. Inilah tonggak penting dalam sejarah jurnalisme Indonesia.

Medan Prijaji bukan hanya sekadar surat kabar, tetapi juga menjadi wadah bagi kaum intelektual pribumi untuk berdiskusi, bertukar pikiran, dan menyuarakan pendapat mereka. Tirto Adhi Soerjo sendiri bertindak sebagai pemimpin redaksi sekaligus penulis utama.

“Medan Prijaji” berani mengangkat isu-isu yang sensitif dan jarang dibahas oleh media-media lain pada masa itu, seperti korupsi, ketidakadilan, dan penindasan yang dialami oleh rakyat pribumi.

Gaya penulisannya lugas, tajam, dan berani, sehingga menarik perhatian luas dari berbagai kalangan masyarakat. Keberanian Medan Prijaji tentu saja membuat gerah pemerintah kolonial.

Selain Medan Prijaji, Tirto Adhi Soerjo juga mendirikan beberapa surat kabar dan majalah lainnya, seperti “Soeloeh Keadilan” dan :Poetri Hindia”.

“Soeloeh Keadilan” berfokus pada isu-isu hukum dan keadilan, sementara “Poetri Hindia” ditujukan untuk kaum wanita, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran mereka akan hak-haknya dan peran mereka dalam masyarakat.

Mendirikan Sarekat Prijaji dan Sarekat Dagang Islam (SDI)
Selain aktif di dunia jurnalisme, Tirto Adhi Soerjo juga terlibat dalam berbagai organisasi pergerakan nasional. Ia menyadari bahwa jurnalisme saja tidak cukup untuk mencapai perubahan yang signifikan. Oleh karena itu, ia berinisiatif untuk mendirikan organisasi yang lebih terstruktur dan memiliki basis massa yang lebih luas.

Pada tahun 1906, Tirto Adhi Soerjo mendirikan Sarekat Prijaji, sebuah organisasi yang bertujuan untuk menghimpun kaum priyayi (bangsawan) agar lebih peduli terhadap nasib rakyat jelata dan turut serta dalam memperjuangkan kemajuan bangsa. Sarekat Prijaji menjadi wadah bagi kaum priyayi progresif untuk berdiskusi dan merumuskan strategi-strategi untuk menghadapi penjajahan.

Selanjutnya, pada tahun 1911, Tirto Adhi Soerjo turut berperan penting dalam pendirian Sarekat Dagang Islam (SDI), sebuah organisasi yang awalnya bertujuan untuk melindungi kepentingan para pedagang muslim pribumi dari persaingan yang tidak sehat dengan pedagang asing.

Namun, SDI kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan nasional yang besar dan memiliki pengaruh yang luas. Keberhasilan SDI menarik perhatian banyak tokoh pergerakan nasional lainnya, termasuk H.O.S. Tjokroaminoto, yang kemudian menjadi pemimpin SDI.

Pengasingan dan Akhir Hayat
Keberanian Tirto Adhi Soerjo dalam mengkritik pemerintah kolonial dan mengorganisir rakyat pribumi tentu saja tidak disukai oleh pihak berwenang. Ia seringkali mengalami intimidasi, pengawasan, dan penangkapan. Puncaknya, pada tahun 1912, Tirto Adhi Soerjo ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bacan, Maluku Utara.

Pengasingan ini merupakan pukulan berat bagi Tirto Adhi Soerjo. Ia terpisah dari keluarganya, kehilangan akses ke media massa, dan tidak dapat lagi aktif dalam pergerakan nasional. Namun, semangatnya tidak pernah padam. Ia tetap menulis surat kepada teman-temannya dan memberikan nasihat kepada para aktivis muda yang terus berjuang melawan penjajahan.

Tirto Adhi Soerjo meninggal dunia dalam pengasingan pada tanggal 7 Desember 1918. Jasadnya kemudian dipindahkan ke Bogor pada tahun 1973. Ia dimakamkan dengan penghormatan yang layak sebagai pahlawan nasional.

Warisan dan Relevansi Tirto Adhi Soerjo di Era Modern
Meskipun telah wafat lebih dari seabad yang lalu, warisan Tirto Adhi Soerjo tetap relevan hingga kini. Ia adalah Bapak Jurnalisme Indonesia yang telah meletakkan dasar-dasar bagi jurnalisme yang kritis, independen, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Keberaniannya dalam menyuarakan kebenaran dan membela kaum tertindas patut diteladani oleh para jurnalis di era modern.

Tirto Adhi Soerjo juga merupakan perintis nasionalisme modern. Ia menyadari bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah kunci untuk mencapai kemerdekaan. Organisasi-organisasi yang ia dirikan telah menjadi wadah bagi kaum intelektual dan aktivis untuk berdiskusi, berorganisasi, dan berjuang bersama melawan penjajahan.

Tirto Adhi Soerjo adalah sosok yang kompleks dan visioner. Ia juga seorang jurnalis ulung, pengusaha yang gigih, dan perintis nasionalisme modern. Kontribusinya bagi sejarah Indonesia sangatlah besar dan tak ternilai harganya. Ia adalah pahlawan nasional sejati yang patut dikenang dan dihormati.

(Dirangkum oleh Tim KabarCepu dari berbagai sumber).***

KONTEN UNIK DARI SPONSOR UNTUK ANDA

Berita Terbaru

spot_img
spot_img
spot_img

Berita Terkait

Ketika AI Masuk Pesantren

Oleh: Djati Sucipto Sebuah peradaban baru. Benarkah demikian? Itulah kini yang sedang diperbincangkan banyak pihak. Masuknya Artificial Intelligence (AI)...