KABARCEPU.ID – Selama bulan puasa, di Cepu semakin banyak penjual bunga yang menggelar dagangannya di trotoar. Mereka berdagang secara acak, belum tertata.
Kondisi ini, tentu aja selain mengurangi keindahan kota, juga mengganggu kelancaran lalu lintas. “Bagaimana lagi, nggak ada tempat,” ujar Warni, salah seorang pedagang bunga tabur.
Ketika didekati KabarCepu, nenek berusia 69 tahun ini mengungkapkan uneg-unegnya. “Halah, Mas. Jualan di sini sering diurak-urak SatPol-PP. Nggak tenang, nggak nyaman,” ungkap perempuan asal Kampung Semangat ini.
Mengaku berjualan bunga tabur hanya pada saat bulan puasa, Warni pun mengakui inilah jalan rejekinya. “Sehari-hari saya itu tinggal di Cikarang. Tiap bulan puasa pulang ke Cepu, mbakul kembang,” ujarnya dengan tawa renyah.
Memasang harga Rp 2.000 hingga Rp 10.000 per bungkusnya, nenek periang ini bisa meraih omset penjualan hingga ratusan ribu. “Mendekati lebaran, minimal 200 ribu per hari. Pas hari raya, bisa mencapai 350 ribu sehari,” akunya jujur.
Mengenai lapak tempat berjualan, dia mengaku iri dengan kebijakan Bupati Bojonegoro. “Kalau di Bojonegoro, penjual bunga seperti saya ini ditata rapi. Etalase dan payung sudah disediakan Bupati Bojonegoro,” cerita Warni.
Dia berharap, di Cepu juga disediakan tempat berjualan yang nyaman seperti di Bojonegoro. “Nggak malah diurak-urak SatPol-PP. Kami ini kan pedagang kecil yang butuh hidup,” ujarnya setengah bertanya.***