KABARCEPU.ID – Desa Jipang, adalah sebuah tempat yang memancarkan pesona sejarah dan kearifan lokal dengan beragam tradisi adat dan budaya.
Terletak di tepi sungai Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, desa ini adalah permata tersembunyi yang menjadi saksi bisu dari gemerlapnya masa lalu dari sebagian kecil Indonesia.
Desa ini bukan hanya sekedar kumpulan rumah-rumah tradisional yang tersebar di antara pepohonan hijau dan persawahan yang subur, melainkan juga bukti hidupnya sejarah dan kearifan lokal Indonesia.
Pada 28 Desember 2022, Desa Jipang meraih predikat istimewa yang mengangkatnya sebagai Desa Budaya.
Melalui Surat Keputusan Nomor 430/618/2022 dari Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DINPORABUDPAR) Kabupaten Blora, desa ini diakui sebagai satu-satunya Desa Budaya di Kabupaten Blora.
Gelar ini tidak diberikan begitu saja, melainkan hasil dari warisan bersejarah yang kaya dan kearifan lokal yang telah melekat. Desa Jipang telah membuktikan dirinya sebagai penjaga tradisi, pelindung sejarah, dan pewaris nilai-nilai luhur yang mewarnai kehidupan masyarakat.
Pada pertengahan abad ke 16, Desa Jipang merupakan bagian dari sebuah kadipaten yang bernama Kadipaten Jipang. Kadipaten ini adalah sebuah wilayah vasal dari Kesultanan Demak.
Sebagai wilayah pusat pemerintahan Kadipaten Jipang, desa ini menjadi saksi bisu dinamika kompleks politik, budaya, dan ekonomi masa tersebut.
Kadipaten Jipang dipimpin oleh seorang pemimpin yang kharismatik, Arya Penangsang. Ia bukanlah sosok sembarangan, melainkan cucu dari sultan pertama Kerajaan Demak, sebuah kerajaan yang menjadi tonggak penting dalam sejarah Nusantara.
Arya Penangsang bukan sekedar nama dalam sejarah, melainkan pemimpin yang berjasa bagi perkembangan Kadipaten Jipang pada masanya. Ia dikenal sebagai sosok yang berwibawa tercermin dari sikap pemberani dan ketangguhannya yang tak tergoyahkan.
Arya Penangsang menciptakan warisan berharga dalam bentuk tradisi kepahlawanan yang mengilhami generasi-generasi berikutnya.
Sisa-sisa Kadipaten Jipang meninggalkan petilasan-petilasan yang diyakini masyarakat setempat sebagai jejak autentik dari perabadan dan kejayaan Jipang di masa lalu.
Dengan penuh kebanggaan, petilasan ini diberdayakan menjadi destinasi wisata religi yang memikat wisatawan dan pecinta sejarah untuk menjelajah dan memahami sejarah Desa Jipang.
Hal ini berkaitan dengan upaya mengangkat kembali kepahlawanan tokoh Arya Penangsang dan upaya revitalisasi kejayaan masa lalu Kadipaten Jipang.
Salah satu situs bersejarah yang masih tegak berdiri adalah Makam Gedong Ageng Jipang. Dahulu lokasi ini adalah pusat pemerintahan Kadipaten Jipang.
Makam ini merupakan tempat bersemayanya kerabat kerajaan seperti Raden Bagus Sumantri, Raden Bagus Sosrokusumo, Raden Ajeng Sekar Winangkrong, dan Tumenggung Ronggo Atmojo. Makam ini kini termasuk ke dalam cagar budaya yang dijadikan objek wisata religi dan budaya.
Di sekitarnya, berdiri bangunan megah yakni pendopo dan masjid yang menyimpan cerita-cerita kuno. Pendopo tersebut bertuliskan “Surya Kencana Hadiningrat” yang memiliki arti emas yang memancarkan cahaya kebaikan.
Di Samping pendopo terdapat masjid yang sehari-hari digunakan warga sekitar sebagai tempat beribadah.
Pengunjung yang berziarah ke Desa Jipang tidak terbatas pada warga sekitar Blora saja, namun juga orang-orang yang berasal dari wilayah lain seperti Solo, Yogyakarta, Surabaya, maupun Jakarta.
Kehadiran mereka tidak hanya didorong oleh keinginan melihat lebih dekat situs petilasan Arya Penangsang ini, tetapi beberapa juga dipicu oleh tekad spiritual untuk berdoa.
Kekayaan yang dimiliki Desa Jipang tidak hanya tercermin dari riwayat sejarahnya, melainkan juga keberadaan dua tradisi yang menjadikan desa budaya ini mampu menarik perhatian di kalangan masyarakat.
Dengan sentuhan modernisasi, Desa Jipang terus mengupayakan menjaga tradisi warisan leluhur yang menampilkan keunikan dan menjadi identitas yang membanggakan.
Salah satu kearifan lokal di Desa Jipang adalah Sedekah bumi atau masyarakat Desa Jipang menyebutnya dengan “Manganan”.
Manganan merupakan tradisi tahunan yang rutin diselenggakan warga Desa Jipang dengan tujuan mengungkapkan rasa syukur terhadap Tuhan atas bumi tempat kita berpijak dan segala rezeki berupa hasil bumi di dalamnya.
Setiap tahunnya, Desa Jipang mengadakan sedekah bumi sebanyak tiga kali yakni ketika turun hujan pertama kali, ketika musim tanam padi, dan ketika musim panen.
Sedekah bumi Desa Jipang biasa dilaksanakan di Makam Gedong Ageng Jipang, Makam Santri Songo, maupun Makam Keramat Santri.
Warga masyarakat Desa Jipang berkumpul di makam-makam ini dengan membawa nasi ambeng. Masyarakat sama-sama berdoa agar kedepannya diberi keberkahan dan keselamatan.
Di momentum ini warga saling bertukar makanan yang dibawa, menciptakan suasana kebersamaan dan kegembiran yang memperkuat ikatan sosial.
Selain sedekah bumi, Desa Jipang juga memiliki kearifan lokal lainnya yang menjelma dalam bentuk Grebeg Suro.
Grebeg Suro adalah tradisi tahunan yang digelar warga Desa Jipang tiap bulan Suro. Tradisi ini merupakan bentuk ekspresi rasa syukur terhadap Sang Pencipta dan penghormatan kepada leluhur yang telah membimbing dalam perjalanan sejarah panjang.
Tradisi Grebeg Suro diselenggakan dalam rentang waktu dua hari. Pada hari pertama, perayaan dimulai pada malam hari yang terdiri dari kegiatan Lamporan, Ritual Kidung Sumbaga Wirajaga, Jamas Pusaka Jipang, Pagelaran Seni, Wayang Krucil dan Kirab Pusaka.
Di Malam magis ini terdapat pertunjukan tarian yang diiringi dengan gending Jawa. Moment penuh khidmat ketika prosesi Jamas Pusaka. Tradisi Jamas Pusaka ini adalah simbol menjaga dan menghormati benda pusaka warisan dari leluhur.
Pada hari kedua pelaksanaan Grebeg Suro terdapat acara Kirab Budaya yakni arak-arakan gunungan hasil bumi (berisi bermacam-macam sayur dan buah-buahan hasil panen) dan nasi tumpeng.
Peserta Kirab Budaya adalah seluruh warga Desa Jipang. Peserta Kirab memakai berbagai macam busana seperti pakaian tradisional Jawa, pakaian muslim, serta kostum karnaval.
Puncak dari acara Kirab Budaya yakni gunungan hasil bumi yang melambangkan kelimpahan dan kesuburan, serta nasi tumpeng yang melambangkan keberkahan dan harapan menjadi rebutan masyarakat.
Masyarakat mempercayai dengan mendapatkan gunungan hasil bumi maupun nasi tumpeng akan mendatangkan keberkahan. Kirab Budaya merupakan bentuk rasa syukur masyarakat Desa Jipang atas hasil bumi yang melimpah.
Desa Jipang menjadi bukti nyata bahwa sejarah dan kearifan lokal adalah penjalin keberlanjutan budaya dan spiritualitas.
Desa ini menjadi cerminan bahwa masa lalu dan masa kini dapat hidup berdampingan dalam harmoni menciptakan sebuah desa yang tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga ruang untuk menyatukan hati dan jiwa masyarakatnya.
Sebagai generasi penerus bangsa yang membawa harapan di masa depan, sudah semestinya kita mengemban peran untuk melestarikan peninggalan bersejarah dan kearifan lokal dengan penuh tanggungjawab dan kesadaran.
Dengan memahami sejarah Desa Jipang dan menghargai tradisi yang ada, secara tidak langsung kita telah turut serta menjaga dan menghormati warisan nenek moyang.***