KABARCEPU.ID – Berdirinya kembali Keraton Djipang bukan untuk membuat system pemerintahan baru.
Semata hanya ingin memelihara dan melestarikan kebudayaan yang masih tersisa. Serta meluruskan sejarah yang tidak seluruhnya benar.
Kebangkitan Kerajaan Djipang ini, berpotensi besar untuk menjadi daerah tujuan wisata yang bisa menghidupkan geliat Ekonomi.
Kemeriahan Gelar Budaya Keraton Djipang yang terlaksana pertengahan tahun 2016 lalu menjadi tanda kebangkitan kerajaan Djipang yang telah musnah pada 500 tahun lalu.
Bangkitnya kembali kerajaan yang pernah berjaya pada 15 abad lalu, menjadi catatan sejarah baru saat ini.
Bukan berarti akan membuat sistem pemerintahan baru layaknya sebuah kerajaan. Namun lebih pada pelestarian budaya peninggalan lelulur. Kearifan lokal berupa tradisi dan budaya yang selama ini telah diwarisi oleh masyarakat Cepu.
Berbagai macam peninggalan sejarah kerajaan tersebut, hingga saat ini pun masih disimpan oleh masyarakat. Termasuk didalamnya adalah catatan sejarah berupa manuskrip dengan aksara jawa kuno yang ditulis pada 15 abad lalu, serta keris pusaka.
Selain makam Gedong Ageng yang dipercaya sebagai situs sejarah bekas bangunan keraton, yang sering didatangi oleh para peziarah untuk berziarah pada makam pembesar Kerajaan Djipang.
Sejalan dengan pelestarian budaya dan untuk menjaga kearifan lokal, masyarakat Cepu pada tahun 2014 lalu mendirikan Lembaga Adat Keraton Djipang. Yang kemudian mengangkat Barik Barliyan sebagai Raja Djipang yang baru. Dengan gelar Gusti Pangeran Raja Adipati (KGPRA) Arya Djipang II Barik Barliyan.
“Setelah kami cukup lama mencari-cari dan menghubung-hubunkan dari manuskrip, ternyata bertemu dengan Mas Barik (Barik Barliyan) orang Palembang,” kata Kushariyadi, Ketua Lembaga Adat Keraton Djipang.
Barik merasa, lanjut Kushariadi, bahwa para pendahulunya adalah adik dari Arya Penangsang yakni Arya Mataram. “Silsilahnya utuh sampai 15 keturunan,” ungkapnya.
Barik Barliyan adalah keturunan ke-15 dari Arya Mataram, adik kandung Arya Penangsang. Sewaktu terjadi huru-hara di Keraton Djipang pada tahun 1554, Arya Mataram menyelamatkan diri ke Batu Raja, Lampung, Sumatera Selatan.
Tujuan didirikannya Kerjaan Djipang, Kushariadi menjelaskan, bahwa pihaknya ingin meluruskan sejarah jika Arya Penangsang bukanlah seorang Pemberontak. Hanya untuk merebut hak-nya sebagai pewaris sah tahta Demak. Lebih penting lagi adalah, Kerjaan Djipang memiliki sejarah kuat yang belum tertulis.
Lain dari itu, berdirinya kembali keraton Djipang bisa menarik wisatawan untuk datang ke Cepu. Banyak budaya yang saat ini masih dijalankan oleh masyarakat. Dan itu bisa dikemas baik untuk menarik wisatawan. Dengan demikian bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Meningkatkan ekonomi kerakyatan,” ungkap Raja Djipang II, Barik Barliyan. Sebagaimana dengan Gelar Budaya Keraton Djipang belum lama ini.
Menurut Barik, Gelar Budaya itu adalah proyek percontohan wisata. Murni dengan dana pribadi. “Bukan dari dana pemerintah,” kata dia. Dan itu adalah gerakan moral masyarakat. Karena dalam gelat budaya tersebut banyak dibantu oleh masyarakat. Harapan kedepan, lanjut dia, karena Gelar Budaya tersebut sudah masuk program dalam Visit Jawa Tengah, bisa memacau sebagai daerah tujuan wisata sehingga menciptakan geliat ekonomi.
Saat disinggung apakah fisik Keraton akan dibangun, dengan tegas dia menjawab Insyaallah. “Semua itu masalah uang. Sekarang ada uang besuk kita bangun. Tapi yang terpenting bukan itu,” kata dia. Tapi, lanjut dia, adalah membangkitkan dulu rasa bangga dan memiliki pada diri masyarakat.
Untuk itu, dia berencana untuk safari ke 5 Kabupaten yang dahulu merupakan wilayah Kerajaan Djipang. “Dalam wilayah budaya, Djipang memilik 5 daerah kekuasaan. Yakni Kabupaten Blora, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Pati,” ungkapnya. Dan akan dimulai dari wilayah Kabupaten Blora, khususnya Cepu. “Karena kota rajanya di sini,” pungkas Raja Djipang II ini.***