KABARCEPU.ID – Berbekal keterampilan sebagai kuli ukir atau tukang ukir, Irsyad mampu mendirikan usaha sendiri.
Bahkan pria perantauan itu berhasil memberdayakan pemuda sekitar hingga ada yang menjadi seorang pengusaha.
Suara mesin pemotong kayu meraung-raung dari belakang sebuah rumah sederhana di Desa Kentong, Kecamatan Cepu.
Beberapa pekerja terlihat sibuk memotong kayu. Pekerja lainnya merangkai potongan kayu, menghaluskannya untuk kemudian mempelitur (cat pengilap) dan memanaskannya di bawah terik matahari.
Sepintas itulah aktifitas di rumah Muhammad Irsyad. Pria kelahiran Kabupaten Rembang, 34 tahun lalu, setiap harinya memproduksi rechal.
Rechal hasil produksi Irsyad telah menembus pasar di luar jawa dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
“Alhamdulillah, dapat pesanan lumayan banyak,” kata Irsyad membuka perbincangan beberapa waktu lalu.
Sebelum memproduksi rechal, Irsyad adalah seorang tukang ukir kayu di Jepara.
Selama puluhan tahun dirinya menjadi pekerja di salah satu pengusaha furniture di sana.
Namun siapa sangka, pada 2004 silam, perusahaannya mengalami masa krisis.
Berbekal keterampilan yang dimilikinya dari Jepara, Irsyad pun memutuskan untuk pindah bekerja sebagai kuli kayu ukir pada salah seorang pengusaha di Desa Kentong Kecamatan Cepu.
Di tempat inilah titik balik kehidupan Irsyad dimulai. Semangatnya dalam bekerja mendorongnya untuk tidak hanya ingin menjadi kuli.
Irsyad ingin mandiri mendirikan usaha dengan keterampilan yang dimiliki.
Dia pun melakukan survei pasar di sekitar Cepu. Dalam perjalannya, melalui penawaran dan lobi, akhirnya Irsyad mendapat pesanan dari Desa Bandar, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang terkenal dengan kerajinan handicraft berbahan kayu jati.
“Waktu itu saya mendapat pesanan awal mengerjakan kerajinan kaligrafi,” kenang Irsyad sambil tersenyum tipis.
Memasuki tahun 2005, Irsyad mulai memberanikan diri membuka usaha kerajinan.
Di sebuah rumah kontrakan di Desa Kentong, Irsad mulai memproduksi kerajinan handicraft untuk melayani pasar lokal.
Selama bertahun-tahun dia memanfaatkan kayu rencek (limbah hutan) yang biasa digunakan sebagai kayu bakar untuk memproduksi handicraft.
Sekira enam bulan melayani pasar lokal, Irsyad mulai mengenal konsumen dari luar Jawa.
Saat itulah, usahanya mulai berkembang dan sering melakukan pengiriman ke luar Jawa.
“Karena kewalahan, saya memanggil teman saya dari Jepara untuk membantu,” kata dia.
Berkembangnya usaha tersebut menjadikan warga sekitar kepincut. Mereka ingin belajar menjadi perajin kayu jati.
Irsyad dan kawannya dengan suka rela mengajarinya, dan akhirnya banyak warga sekitar yang sudah bisa.
“Setelah banyak pemuda yang menguasai, akhirnya saya memutuskan untuk tidak memakai tenaga dari luar. Termasuk teman yang saya datangkan dari Jepara,” ucapnya.
Dari ketekunan dan keuletannya, Irsyad berhasil membeli rumah dan menetap di Desa Kentong untuk menjalankan usahanya.
Dia memperkerjakan 12 orang untuk membantu melayani pesanan. Namun seiring berjalanannya waktu peminat kerajinan kaligrafi mulai surut. Jumlah pekerjanya mulai berkurang.
Mereka ada yang memutuskan untuk bekerja di tempat lain, dan ada juga yang membuka usaha dengan keterampilan yang dimiliki.
Itu terbukti dari 10 orang perajin yang ada di Des Kentong sekarang ini sebagian diantaranya adalah mantan pekerja Irsyad.
“Saat ini ada 7 orang yang masih bekerja di sini. Yang lain keluar dan memutuskan untuk membuka usaha sendiri,” kata Irsyad.
Sepinya peminat kali grafi ini membuat Irsyad harus membidik peluang lain. Dia pun kemudian mengutamakan membuat rechal.
Hasilnya, selama dua minggu sekali, dirinya minimal memproduksi hingga 500 biji untuk dikirim keluar Jawa maupun ke-kota lainnya.
Banyaknya permintaan membuat Irsyad kwalahan. Ia pun harus mengambil dari tempat lain untuk memenuhi pesanan.
Sejak 2 tahun ini, Irsyad mulai meninggalkan kayu rencek dan lebih memilih pesan dari perusahaan penggergajian kayu jati.
Itu dilakukan untuk mempercepat proses produksi, karena banyaknya pesanan yang harus diselesaikan.
“Tapi kadang saya masih memanfaatkan kayu rencek untuk menutupi kekurangan bahan baku,” pungkasnya.***