KABARCEPU.ID – Meskipun pemerintah gencar mengkapanyekan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), namun tidak semua desa menyambut dengan baik program pemerintah tersebut.
Terbukti, hingga saat ini masih ada desa yang justru belum memikirkan pendirian Badan Usaha Milik Desa, satu diantaranya Desa Kentong, Cepu, Jawa Tengah.
Sunaryo, Kepala Desa Kentong, mengaku belum ada rencana dan belum terpikirkan untuk melakukan pendirian BUMDes, meskipun dirinya sudah tahu program pemerintah tersebut. Hal itu disebabkan, pihaknya masih bingung untuk menentukan bidang usaha yang akan dijalankan jika BUMDes berdiri.
“Kami belum memikirkan untuk mendirikan BUMDes. Karena tidak mungkin hal itu dipikirkan seorang diri,” katanya, belum lama ini.
Dia mengungkapkan, di Desa Kentong masih banyak perangkat yang kosong. Sehingga dia mengaku berat jika harus memikirkan pendirian BUMDes. “Hanya ada Kamituo 2 orang, Kaur umum yang sebentar lagi purna, Sekdes PNS, serta saya sendiri. Seharusnya, idealnya ada 10 perangkat termasuk saya ,” ujarnya.
Kondisi tersebut yang menjadi salah satu kendala dirinya tidak segera mendirikan BUMDes. “Mungkin setelah pengisian perangkat, bisa dipikirkan kembali,” jelasnya.
Kendala lain yang menjadi ganjalan untuk mendirikan BUMDes, lanjut dia, adalah modal yang harus dikeluarkan. “Dana Desa sendiri masih kami fokuskan untuk perbaikan infrastruktur. Untuk tahun ini kira-kira Dana Desa untuk kentong hanya sekitar Rp700 juta. Karena dalam pembentukan dan menjalankannya sendiri butuh modal yang cukup besar. Nanti setelah infrastruktur sudah tertata, BUMDes bisa menyusul,” terangnya.
Dan tentunya, lanjut dia, butuh orang yang tangguh dalam mengelolanya. “Butuh orang-orang yang serius supaya BUMDes bisa berjalan,” tandasnya.
Di Desanya menyimpan potensi yang bisa dikembangkan untuk dikelola. Diantaranya, Potensi Pertanian dengan luas kira-kira 200 hektar, kerajinan Kaligrafi yang sudah memiliki segmentasi pasar, serta distribusi air bersih yang telah memiliki banyak pelanggan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk pertanian di Kentong masih mengandalkan padi sebagai produk utama pertanian. “Rata-rata perhektar sekali panen bisa mencapai 8 ton. Itu jika dalam kondisi normal dan tidak terserang hama dan penyakit yang mengakibatkan penurunan produksi,” jelasnya.
Namun demikian, petani masih menggantungkan pada tengkulak. Sehingga harga tidak bisa setabil dan cenderung dipermainkan pasar. “Dari bulog sendiri juga tidak terlihat melakukan penyerapan produksi petani di sini,” terangnya.
Ada kemungkinan hasil petani bisa ter-cover, jika Bulog nanti bekerjasama dengan BUMDes untuk melakukan serapan gabah petani. “Karena tidak mungkin BUMDes bekerja sendiri, karena butuh fasilitas lengkap, mulai dari pengeringan gabah hingga produksi beras sampai pengemasan,” paparnya. Dia menambahkan, jika warganya seakan tidak mau tahu degan adanya program pendirian badan usaha.***