KABARCEPU.ID – Dinilai tidak mempunyai kemajuan, Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe (STTR) Cepu mendapat sorotan tajam dari Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Blora.
“STTR harus berbenah diri untuk bisa maju kedepan layaknya perguruan tinggi swasta yang baik,” ungkap Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Blora Djati Walujastono.
Sebagai Ketua DRD, Djati prihatin dengan kondisi STTR yang tidak berkembang. “Perlu dibenahi dan intervensi baik dari pihak internal maupun dari pihak eksternal, agar STTR bisa berkembang dengan baik,” katanya.
Menurut Djati, pihak internal misalnya pembina, ketua yayasan, direktur STTR dan jajarannya, serta senat. “Sedangkan pihak eksternal misalnya Pemkab dan DPRD Blora,” imbuhnya.
Dia menambahkan, pembenahan bertujuan demi kebaikan STTR. “Karena STTR adalah milik masyarakat Blora, khususnya Cepu. Dan bukan milik yayasan sekarang ini yang selama ini mengelolanya,” tegas Djati.
“STTR perlu kreatif dan inovasi sebagai perguruan tinggi yang berbasis teknologi masa depan,” tambahnya.
Sekarang ini, lanjut Djati, STTR berakreditasi institusi masih C, sedangkan D3 Teknik Mesin dan S1 Teknik Sipil berakreditasi B. “Sebagai perbandingan, Universitas Tidar (UNTIDAR) Magelang yang didirikan tahun 1980, dan pada tahun 2011 berubah menjadi PTN,” ungkap Djati.
Apalagi jika dibandingkan PTS yang lebih muda yaitu Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara yang berdiri tahun 1989, sekarang sudah berakreditasi institusi B dan mempunyai 19 program studi.
“Kenapa STTR perkembangannya tidak begitu signifikan? Berarti ada yang salah dan tidak beres. Apakah itu karena sistemnya atau pengelolanya? Atau pengambil kebijakan dan yayasannya?” ujarnya penuh tanya.
Sementara itu Ketua STTR Agus Darwanto ketika ditemui di kantornya, justru mempertanyakan dari sisi mana DRD melihat STTR tidak berkembang. Kalau dibandingkan dengan UNTIDAR dan UNISNU, dia mengkui memang tertinggal. “Karena mereka punya jaringan,” kata dia saat berbincang di ruang kerjanya.
Kepada kabarcepu.com, Agus menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan lembaga yang dipimpinnya. “Kekurangan kita adalah hubungan jejaring dengan industri, itu saja. Selebihnya STTR tetap berkembang,” jelasnya di hadapan awak media.
Pihaknya kembali mempertanyakan DRD yang tiba-tiba menyoroti perguruan tinggi yang dulu bernama ATR tersebut. “Kami tidak pernah diundang DRD. Mereka juga tidak pernah datang ke sini membahas tentang STTR. Mengapa tiba-tiba menyoroti? Ada apa dengan DRD?” tanyanya heran.
Mengenai ketidakberesan yang dilontarkan DRD, Aguspun heran. “Dari kaca mata mana DRD menganggap kami tidak beres? Lalu, tidak beres apanya? Setiap tahun kami diaudit dari Semarang. Kalau ada yang tidak beres, tentu pihak yayasan juga tahu,” ungkap Agus dengan wajah penuh tanda tanya.***