KABARCEPU.ID – Lika liku perjalanan menjadi petani hutan memang tidak sesederhana yang kita bayangkan. Apalagi warga sekitar hutan yang awalnya melakukan pembabatan area hutan untuk lahan pertanian.
Dalam melakukan pembukaan area hutan mereka mengeluarkan ongkos cukup besar, namun ketika lahan sudah siap untuk di tanami, terdapat masalah yang dihadapi para petani hutan. Mereka menganggap hutan yang sudah dibuka nantinya bisa menjadi miliknya.
Sayangnya sampai sekarang lahan yang sudah lama mereka buka dan terbiasa ditanami hingga kini belum juga ada kejelasan.
Sejauh ini para petani hutan belum terorganisir masuk di komunitas Kelompok Tani Hutan (KTH ), sehingga tidak ada kekuatan untuk mendapat legalitas dalam menggarap sawah di hutan.
Disaat terjadi pembukaan lahan hutan sekitar sawah yang ada tanamannya, sawah petani menjadi korban. Karena bekas tebangan Pohon Jati dibiarkan berserakan di lahan yang sudah tumbuh tanaman jagung.
Nasib Tanaman Petani Hutan
Seperti yang terjadi di tanggal 25 Mei 2023, pihak mandor dari Perhutani memerintahkan anak buahnya untuk menebang Pohon Jati. Namun, bekas tebangan pohon tersebut dibiarkan berserakan di area sawah sehingga merusak tanaman jagung.
Sebelum melakukan penebangan hutan, tidak ada konfirmasi terlebih dahulu dari Perhutani, sehingga para petani mengaku kesal dengan ulah mandor yang menyuruh anak buahnya untuk menebang hutan.
“Padahal setiap panen, ada bagi hasil untuk perhutani. Meskipun gagal panen atau panen tidak sesuai dengan harapan tetap ditarik. Jika tidak setor dari pihak perhutani langsung datang ke rumah untuk narik hasil panen,” ujar Tariyono, petani hutan di Randublatung.
Menjadi petani hutan di Randublatung yang belum bergabung di Kelompok Tani Hutan, akan mendapat perlakuan yang beda dengan petani yang sudah bergabung dengan Kelompok Tani Hutan.
Para petani, seperti Tariyono menaruh harapan supaya lahan garapannya nanti bisa di garap terus dan otomatis mereka membutuhkan banyak informasi tentang bagaimana cara mengakses sertifikat dari pemerintah yang katanya gratis.
Jangan sampai para petani hutan yang sudah susah payah membuka hutan, malah tidak mendapat apapun karena miskin informasi. ***