KABARCEPU.ID – Dalam peringatan Hari Pahlawan tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh.
Salah satunya adalah Marsinah, sosok buruh perempuan yang dikenal berani memperjuangkan hak-hak pekerja di masa Orde Baru.
Pemberian gelar ini menjadi bentuk penghormatan negara atas keberanian Marsinah dalam memperjuangkan keadilan di tempat kerja. Lebih dari itu, penghargaan ini juga menjadi pengingat bahwa perjuangan kaum buruh untuk menuntut hak mereka masih relevan hingga kini.
Melansir dari laman Universitas Takzia, Marsinah dikenal sebagai simbol perlawanan dan keberanian kaum pekerja melawan ketidakadilan pada zamannya. Yuk, simak profil singkat Marsinah dan kisah perjuangannya berikut ini.
Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur. Ia bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik arloji yang berlokasi di Porong, Sidoarjo.
Sehari-hari, Marsinah dikenal sebagai pekerja tekun, namun juga vokal dalam menyuarakan ketidakadilan di lingkungan kerja. Ia memperjuangkan upah layak, kondisi kerja yang manusiawi, dan keadilan bagi rekan-rekan buruhnya. Sikapnya yang berani membuat Marsinah dihormati banyak pekerja lain.
Awal Mei 1993 menjadi titik penting dalam hidup Marsinah. Saat itu, ia ikut terlibat dalam aksi mogok kerja bersama ratusan buruh di pabriknya. Mereka menuntut kenaikan upah pokok serta tunjangan tetap yang lebih layak.
Marsinah tidak hanya ikut turun ke lapangan, tapi juga menjadi salah satu perwakilan buruh yang berunding langsung dengan pihak perusahaan. Keberaniannya berbicara di depan manajemen membuatnya dikenal sebagai sosok pemimpin yang tegas dan penuh empati.
Namun perjuangan itu tidak tanpa risiko. Setelah aksi berlangsung, beberapa buruh ditangkap dan dipaksa mengundurkan diri oleh aparat militer. Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk mencari tahu nasib rekan-rekannya langkah yang kemudian menjadi awal tragedi kelam.
Sejak malam 5 Mei 1993, Marsinah menghilang. Tiga hari kemudian, jasadnya ditemukan di sebuah hutan di Wilangan, Nganjuk, dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya menunjukkan bekas penyiksaan berat.
Hasil autopsi mengungkap adanya luka-luka serius dan tanda-tanda kekerasan fisik parah. Tragedi ini mengguncang publik dan menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM paling kelam pada masa Orde Baru. Hingga kini, siapa dalang di balik kematian Marsinah masih menjadi misteri yang belum sepenuhnya terungkap.
Adapun setiap 1 Mei, ketika dunia memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), nama Marsinah selalu disebut. Ia dikenang sebagai simbol keberanian dan suara keadilan bagi para pekerja.***




