KABARCEPU.ID – Berkunjung ke Bojonegoro, kurang lengkap rasanya jika tak membawa pulang Ledre.
Lebih dari sekadar camilan atau buah tangan, Ledre telah menjadi ikon kota, bahkan Bojonegoro dijuluki “Kota Ledre”.
Namun, tahukah Anda kisah di balik jajanan manis gurih yang kini berstatus Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ini?
Ledre pertama kali muncul pada tahun 1943, di tengah masa peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang.
Kala itu, masyarakat Bojonegoro berupaya memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Seorang wanita keturunan Tionghoa bernama Mak Min Tjie kemudian berinovasi dengan mengolah tepung beras yang dicampur dengan gaplek (singkong kering) yang telah diencerkan.
Adonan tersebut dicetak menggunakan tembaga besar dengan cara yang disebut “edre-edre,” yang dalam bahasa Indonesia berarti diorak-arik. Dari sinilah cikal bakal nama Ledre berasal.
Cita rasa khas Ledre terletak pada bahan utamanya, yaitu pisang raja.
Pisang jenis ini memberikan aroma dan rasa manis alami yang begitu menggoda.
Selain pisang raja, kini banyak juga pembuat Ledre yang menggunakan jenis pisang lain seperti pisang saba, pisang hijau, atau pisang susu, seiring dengan perkembangan zaman dan permintaan pasar.
Bahan-bahan lain seperti tepung beras, santan, gula, telur, dan minyak kacang juga turut memperkaya rasa dan tekstur Ledre.
Proses pembuatan Ledre melibatkan beberapa tahapan, mulai dari pencampuran bahan hingga penggulungan adonan tipis yang kemudian dipanggang atau dioven hingga matang dan menghasilkan tekstur yang renyah.
Bentuknya yang menyerupai stik kue atau astor, dengan panjang sekitar 20 cm dan diameter 1,5 cm, menjadikannya praktis untuk dinikmati.
Kecamatan Padangan, yang berjarak sekitar 25 km dari pusat kota Bojonegoro, dikenal sebagai sentra produksi Ledre.
Di sana, Anda akan menemukan banyak industri rumahan yang memproduksi jajanan ini dengan berbagai varian rasa, mulai dari cokelat, stroberi, kacang hijau, hingga rasa original pisang.
Bahkan, pemasaran Ledre kini telah merambah ke berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta.
Pengakuan Ledre sebagai WBTB oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2021 semakin mengukuhkan posisinya sebagai bagian penting dari warisan budaya Jawa Timur.
Masyarakat Bojonegoro sangat bangga dengan Ledre dan tak pernah ragu untuk memperkenalkannya kepada setiap wisatawan yang datang.
Jadi, saat Anda berkunjung ke Bojonegoro, jangan lupa untuk membawa pulang Ledre, bukan hanya sebagai oleh-oleh, tetapi juga sebagai bagian dari cerita dan warisan budaya yang kaya. ***